Sebut Sistem Perdagangan BEI Tidak Adil, Mantan Dirut Siap Bentuk Bursa Baru

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id - Sistem perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai dipertanyakan pelaku pasar. Karena dinilai pemilik kapital besar akan mudah menggerakan pasar. Sehingga dipandang perlu perbaikan sistem perdagangan.

Menurut Mantan Direktur Bursa Efek Jakarta, Hasan Zein, bahwa pelaku pasar seharusnya berpegang teguh pada keyakinan bahwa bursa yang berjalan baik, yakni  bursa yang atomic. Ketika tak satu pihak pun yang mampu secara individual menentukan harga.

Dia menyebut bahwa cara kerja Dutch Auction yang digunakan BEI pada pra pembukaan dan pra penutupan. Dalam sistem itu, dari beberapa harga yang cocok, diambil harga dengan peredaran paling banyak.

“Saya ulangi kata paling banyak. Jelas mereka yang memiliki saham lebih besar dan uang lebih banyak, dengan leluasa menentukan harga melalui sistem itu,” kata Hasan.

Hal itu, lanjut Hasan, seperti celoteh ekonom senior Anwar Nasution puluhan tahun yang lalu. "Capital market is the toy of the riches".

“Mungkin para investor ritel perlu mengusulkan adanya bursa baru yang bisa beroperasi dan memperlakukan mereka secara lebih adil,” kata dia.  

Untuk itu, Hasan mengaku siap menyusun konsep bursa yang lebih adil itu, bila pemerintah dan otoritas membuka pintu tersebut.

Adapun transaksi yang dinilai tidak adil itu, kata Hasan, telah terjadi pada penutupan perdagangan tanggal 27 Mei 2021. Saat itu, terjadi pengerakan harga turun saat penutupan atau marking the close down.

Saat itu, jelas dia, ada empat saham bank besar penggerak IHSG dipasang harga bawah pada saat pra penutupan, dengan menggunakan keunggulan mereka.

“Keunggulan dalam skala memberi peluang mereka menjadikan sistim pre-closing sebagai mainan,” kata dia.

Jelasnya, saham BBCA, saham dengan kapitalisasi paling besar yang lagi menanjak, diseret turun dari harga sekitar 32.400 sebelum pre closing ke level 31.350 menggunakan sistim pre closing. Dari hijau berubah seketika menjadi merah. Hal serupa terjadi juga pada saham BBRI, BMRI, dan BBNI.

“Kesengajaan itu semakin kentara, karena pialang yang melakukan "guyuran" di empat saham itu adalah pialang yang sama,” kata dia.

Bahkan, dia juga punya  pengalaman buruk berkali-kali dengan pra pembukaan, ketika penawaran jualnya dimasukan jauh sebelum jam perdagangan dimulai, tapi tidak tertampung dalam transaksi, padahal harga pembukaan yang terjadi lebih tinggi dari penawaran jual dia.

Ia mencoba menelesuri hal itu kepada direksi BEI. Dari penelusuran itu, pimpinan BEI menyatakan keadaan itu terjadi karena latensi di sistim pialang.

“Padahal, pialang saya adalah salah satu pialang atau anggota bursa (AB) papan atas. Begitu kerdilkah kapasitas sistem suatu broker papan atas?”  tanyanya.