Bima Arya Sebut OSS Jokowi Jadi Penghambat Investasi di Bogor
Pasardana.id - Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Bima Arya Sugiarto menyebut Online Single Submission (OSS) yang menjadi andalan Pemerintah Joko Widodo atau Jokowi, dalam realisasinya akan menghambat investasi di daerah.
Menurutnya, kondisi ini dirasakan langsung di kota Bogor, Jawa Barat.
"Pak Jokowi punya target ambisius, daerah serapannya gak maksimal, perencanaannya amburadul. Kita lihat OSS sama dengan Sistem Informasi Peraturan Daerah (SPID). Tahapannya jelas, Bahkan Pak Jokowi bisa cek real time anggarannya. Tapi persoalannya adalah tim dari Kemendagri punya persoalan terkait sosialisasi dan teknisnya," jelas Wali Kota Bogor ini dalam diskusi bersama Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia dalam diskusi bersama di akun YouTube BKPM TV, Senin (10/5/2021).
"Akselerasi regulasi turunan harus betul-betul kuat. Kejelasan pemerintah sejauh mana diberikan ruang untuk menjalankan aplikasi yang sudah ada. Karena kalau sangat kaku, dan OSS live Juni, (aplikasi) yang lain gak boleh, kita berat. Kita masih banyak aplikasi-aplikasi yang berjalan dengan baik," kata Bima melanjutkan.
Pembenahan yang harus dilakukan, jelas Bima, banyak sekali, belum lagi di daerah. Sementara untuk melakukan digitalisasi rencana detail tata ruang (RDTR) membutuhkan anggaran yang tidak sedikit, dan kalau RDTR tidak terintegrasi atau tidak terdigitalisasi, akibatnya izin investasi tidak akan keluar.
"Ketika Presiden (Joko Widodo) bilang perekonomian positif, recovery, dan rebound, justru OSS ini bukan mempercepat, tapi menghambat. Kami di Bogor sudah melihat dan membaca itu menghambat," ujar Bima.
"Kita udah jalan kok dengan smart kita, hitungan hari jelas. Semua bisa online. Sekarang (dengan sistem OSS baru) semua kembali ke fase awal untuk menggagas itu," kata Bima melanjutkan.
Meski demikian, Bima menyadari, OSS ini sebetulnya bertujuan baik. Tapi, Bima dan para Walikota lainnya di APEKSI khawatir kalau sistem ini akan membuat daerah yang sudah maju perizinan berusahanya, malah melakukan langkah mundur.
Contohnya, Bogor yang menurut Bima, sudah jadi rujukan nasional untuk penanaman modal satu pintu melalui Mal Pelayanan Publik. Lewat Mal ini, izin usaha di Kota Bogor cukup diurus satu tempat saja yaitu Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
Tapi ketika hadir OSS, izin berusaha di daerah kembali lagi harus melibatkan dinas teknis. Padahal, kata Bima, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menyarankan satu pintu.
"Karena rekomendasi dinas inilah yang jadi ruang korupsi dan gratifikasi," kata Bima.
Lewat Mal Pelayanan Publik, Bima menyebut izin usaha di Kota Bogor bisa selesai 14 hari saja. Tapi lewat OSS, waktunya lebih lama sampai 28 hari.
"Jadi bagi Bogor dan banyak kota lain, ini kayak kita mundur lagi," ujarnya.
Kendati demikian, kata Bima, seluruh 98 Walikota se-Indonesia mendukung dengan wacana OSS yang baru. Tapi banyak hambatan, sementara di daerah tidak ingin hanya menjadi saran sosialisasi target pemerintah pusat dan ingin menjadi referensi kebijakan.
OSS adalah Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik yang sudah diluncurkan pemerintah sejak 2018. Saat itu, Jokowi sempat mengingatkan kepala daerah bahwa sudah tidak zamannya lagi mengurus izin berusaha berminggu-minggu, bahkan bertahun-tahun.
"Apa gunanya sistem online yang ada kalau mengurus izin masih lebih dari sebulan. Investor mana yang mau datang ke sebuah daerah kalau keadaan seperti sekarang ini masih kita terus-teruskan," kata Jokowi saat itu.

