Pakar Hukum Nilai Biaya Kurator PKPU GGRP Tak Masuk Akal

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id - Besaran biaya jasa profesi jasa Kurator Permohonan Kewajiban Penundaan Utang (PKPU) PT Gunung Raja Paksi, Tbk (IDX: GGRP) sebesar Rp80 miliar dinilai tidak masuk akal.

Pasalnya, utang kepada pemohon PKPU hanya Rp1,9 Miliar.

Menurut pakar hukum bisnis Universitas Trisakti, Ary Zulfikar bahwa profesi kurator PKPU harus bekerja profesional seperti pesan yang disampaikan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.

Dengan demikian, para pengurus tidak hanya mengejar biaya profesi besar sehingga menambah beban pelaku ekonomi, terlebih saat pandemi Covid-19. 

“Pesan Pak Yasonna harus sungguh-sungguh menjadi perhatian. Para pengurus tidak boleh aji mumpung dalam meminta fee, Pengurus hendaknya sesuai aturan, fair, dan tidak mengada-ada,” kata Ary di Jakarta, Senin (8/3/2021).

Akhir pekan lalu, Yasonna memang berpesan keras bahwa para Kurator harus menekankan pentingnya menyadari kondisi pandemi.

Di antaranya, meninggalkan praktik kotor untuk tujuan menarik biaya jasa besar, yang justru akan menambah beban pelaku usaha di saat sulit. 

Dalam hal ini pula, menurut Ary, permintaan biaya jasa pengurus sebesar Rp80 miliar memang terkesan mengada-ada. 

Sedangkan di sisi lain, beban pekerjaan Pengurus tidak terlalu rumit karena GGRP selaku debitur telah membayar lunas semua utang jatuh tempo sebesar Rp215 Miliar.  

“Apalagi penyelesaian adalah dengan pencabutan PKPU berdasarkan Pasal 259 UU Kepailitan dan PKPU, bukan perdamaian. Selain itu, Debitur juga sudah membayar semua utang yang jatuh tempo. Artinya, pekerjaan Pengurus memang belum terlalu komplek. Jadi, sebaiknya kembali ke asas fairness, termasuk perhitungan fee berdasarkan jam kerja,” kata dia. 

Pengembalian kepada asas fairness, lanjut Ary, karena sesuai Pasal 5 Permenkumham Nomor 2 tahun 2017, pengaturan biaya Pengurus hanya mengatur dua kondisi. Yaitu dengan perdamaian dan tanpa perdamaian. Perhitungannya sama, yaitu persentase berdasarkan utang yang harus dibayarkan.

“Dan dalam PKPU, yang dimaksud utang yang harus dibayarkan adalah utang jatuh tempo. Bukan keseluruhan utang, termasuk utang jangka panjang,” urainya. 

Karena hanya mengatur dua kondisi itulah, lanjutnya lagi, maka dalam kondisi PKPU berakhir pencabutan sesuai Pasal 259, memang terdapat kekosongan hukum.

Tetapi dalam hal ini, Hakim Pemutus bisa memberlakukan mutatis mutandis untuk menetapkan besarnya biaya Pengurus, yaitu dengan memperhatikan asas keadilan tadi. 

“Bahwa dalam mempertimbangkan besaran fee Pengurus, Hakim Pemutus harus memperhatikan prinsip yang sama seperti Pasal 3 Ayat 2, tentang tingkat kerumitan pekerjaan kurator,” pungkasnya.