ANALIS MARKET (04/9/2020) : Pasar Obligasi Berpotensi Melemah Terbatas

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi masih mengalami penurunan meskipun sudah tidak terlalu dalam.

Tapi penurunan tetaplah penurunan, sejauh ini penurunan masih berpotensi untuk mengalami lanjutan, meskipun ketika imbal hasil obligasi 10y mendekati 7%, berpeluang untuk mengalami pembalikan arah.

Itu artinya, titik 7% akan menjadi tolok ukur bagi pergerakan pasar obligasi selanjutnya, meskipun menurut kami kecil kemungkinan imbal hasil obligasi dibiarkan untuk berada di atas 7%.

Masih khawatirnya pelaku pasar dan investor terkait dengan prospek perekonomian yang menekan beberapa negara, yang pada akhirnya satu persatu memasuki resesi, membuat tekanan terhadap Indonesia semakin bertambah.

Apalagi di kuartal ke-3, besar kemungkinan Indonesia memasuki fase resesi, yang itu artinya pelaku pasar dan investor tentu akan bersiap.

Pertanyaannya adalah apakah hal mengenai resesi tidak bisa ditoleransi oleh pelaku pasar? Sedangkan di seluruh dunia hampir satu persatu semua negara mengalami resesi?

Kami melihat bahwa kemungkinan besar pelaku pasar dan investor mampu menerima situasi dan kondisi resesi yang akan terjadi di Indonesia.

Pertanyaan selanjutnya bagi pelaku pasar dan investor adalah, apa yang akan dilakukan oleh pemerintah selanjutnya terkait akan hal ini? Apakah menggunakan semua kebijakan yang ada, atau terus menerus melakukan adaptasi dan menyesuaikan tergantung situasi dan kondisi yang ada?

Tentu sesuatu yang baru akan kembali dinantikan untuk menjaga perekonomian pada kuartal ke-4 nanti.

Setidaknya menurut ramalan, perekonomian Indonesia akan kembali mengalami kebangkitan pada tahun 2021 nanti.

Lebih lanjut analis Pilarmas menilai, diperdagangan Jumat (04/9) pagi ini, pasar obligasi diperkirakan akan dibuka melemah dengan potensi melemah terbatas.

Adapun cerita di akhir pekan ini akan kita awali dari;

1.TENDANGAN BALIK

China mulai melakukan serangan balik terhadap Amerika yang dimana Trump masih terus menerus melakukan tekanan dan pembatasan. China akan kembali berusaha untuk mengembangkan industry semikonduktor dalam negeri guna menjaga industry semikonduktornya agar dapat bertahan dari tekanan Trump terhadap industry tersebut. China terus melakukan persiapan dengan memberikan dukungan untuk semikonduktor generasi ketiga untuk jangka waktu 5 tahun mendatang. Dukungan dari China diberikan dalam bentuk penelitian, pendidikan, dan pembiayaan untuk industry tersebut. Bulan depan akan menjadi bulan yang sangat penting bagi China dan Dunia karena para pemimpin utama China akan memberikan presentasi terkait dengan strategi dan cetak biru perekonomian mereka untuk 5 tahun ke depan, termasuk didalamnya adalah peningkatan konsumsi dan pengembangan teknologi dalam negeri. Presiden Xi sebelumnya telah menjanjikan sekitar $1.4 triliun hingga 2025 untuk pengembangan teknologi mulai dari jaringan nirkabel hingga Artificial Intelligence. Industry semikonduktor sangat penting karena digunakan hampir di setiap komponen teknologi dari China, khususnya teknologi klasifikasi canggih. Ketika pengembangan ini dilakukan, maka ketergantungan terhadap Amerika dapat dikurangi. Meskipun dalam tekanan, kami melihat bahwa China tidak menyerah begitu saja dengan menunggu dukungan teknologi dari Amerika. Sama seperti Huawei yang kala itu tidak bisa menggunakan system operasi android yang dimiliki oleh Google. Namun Huawei tidak menyerah begitu saja, bahwa saat ini Huawei sudah memiliki system operasi sendiri yang bahkan tetap bisa menginstall playstore didalamnya merupakan sebuah bukti bahwa Perusahaan China, Negara China, tidak akan gentar dengan tekanan yang diberikan oleh Trump. Atas dukungan yang diberikan oleh China, beberapa pembuat Chip utama dari China yang melantai dibursa mengalami penguatan 5% - 6% bahkan ada yang hingga 20%. China setiap tahun mengimpor papan sirkuit lebih dari $300 miliar, dengan paten design Chip buatan Amerika serta teknologi manufacture dari beberapa sekutu Amerika. Namun memanasnya Trump dengan China membuat China kesulitan untuk mendapatkan komponen dan teknologi dari luar negeri. Imbas dari memanasnya hubungan Amerika dan China bahkan membuat Perusahaan China kehilangan akses kepada Perusahaan Semiconductor yang dimiliki oleh Taiwan, karena peraturan baru dari Amerika yang melarang pamasok manapun di seluruh dunia untuk bekerja dengan China apabila pemasok tersebut menggunakan peralatan Amerika. Aturan yang ketat tersebut membuat situasi dan kondisi kian runyam. Sedikit membahas semiconductor generasi ke tiga merupakan chipset yang dapat beroperasi pada frekuensi tinggi dengan lingkungan dan suhu yang lebih tinggi dari biasanya, hingga penerapannya dalam radar militer dan kendaraan listrik. Sejauh ini tidak ada satu negarapun yang mendominasi teknologi tersebut, karena semuanya sedang berada dalam tahap pengembangan. Amerika dan Jepang masih mencoba untuk memulai pengembangan tersebut, sedangkan China sudah membuat terobosan penting pada chipset generasi ketiga tersebut. Sebetulnya kami sangat menyayangkan apabila Amerika dan China terus menerus bersiteru. Konflik yang ada diantara mereka membuat hubungan antara Amerika dan China semakin berada di tepian jurang. Apabila mereka berpisah ditengah jalan, tingkat pertumbuhan China berpotensi mengalami penurunan hingga 3.5% pada tahun 2030, angka tersebut lebih rendah dari perkiraan saat ini yang dimana berpotensi mengalami penuru nan sebesar 4.5%. Memang secara kalkulasi kami melihat apabila mereka berdua cerai mungkin China akan merasakan dampak yang jauh lebih besar daripada Amerika karena China sejauh ini mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari perdagangannya dengan Amerika. Tingkat pertumbuhan Amerika sendiri akan berada di kisaran 1.4% pada tahun 2030 mendatang, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yang dimana 1.6%. Pertumbuhan produktivitas China akan melambat karena adanya penghentian transfer teknologi dari Amerika ke China, hal tersebut pula yang membuat belanja modal menjadi lebih lemah. Namun kami melihat hal tersebut bukanlah sesuatu yang harus kita khawatirkan, apalagi pada bulan depan China akan memberikan strategi terkait dengan pengembangan perekonomian kedepannya yang akan terfokus terhadap ekonomi dalam negeri, sehingga pertumbuhan China akan tetap terjaga. Kami hanya khawatir apabila Amerika terus menerus menghasut sekutunya seperti Jepang, Korea Selatan, German, dan France untuk tidak berhubungan dengan China, tentu saja China akan semakin kesulitan meskipun mengandalkan ekonomi dalam negeri sebagai titik balik pertumbuhan ekonomi China.

2.RAPBN 2021

Pemerintah dan Komisi XI DPR menyepakati asumsi dasar ekonomi makro dan indikator pembangunan dalam RAPBN 2021. Dalam rapat yang digelar Rabu tanggal 2 September 2020, perwakilan eksekutif dan legislatif menyepakati pertumbuhan ekonomi di angka 4,5% - 5,5%, inflasi 3%, nilai tukar rupiah di angka 14.600 per dolar, suku bunga SBN 10 tahun senilai 7,29%. Selain asumsi dasar, pemerintah dan DPR juga menyepakati sasaran pembangunan yang terdiri atas pengangguran terbuka di angka 7,7% - 9,1%, kemiskinan 9,2% - 9,7%, Gini rasio 0,377 - 0,379, dan indeks pembangunan manusia di angka 72,78 - 72,95. Kedua lembaga juga menyepakati tahun ini indikator pembangunan seperti nilai tukar petani dan nilai tukar nelayan dengan masing-masing angka 102 dan 104. Adapun dengan proyeksi asumsi makro RAPBN 2021 sebagai acuan penyusunan APBN 2021, maka pemerintah menjalankan kebijakan-kebijakan di antaranya melanjutkan penanganan bidang kesehatan; pengendalian defisit tahun 2021 yang menyangkut konsolidasi fiskal di tahun 2023 dengan tetap memperhatikan prioritas pembangunan nasional dan menjaga ruang fiskal dan keberlanjutan APBN. Pemerintah juga diminta untuk terus melakukan akselerasi pemulihan ekonomi nasional dan penguatan reformasi di bidang bantuan sosial, kesehatan, pendidikan, belanja negara, transfer ke daerah dan dana desa, dan ketahanan bencana dengan memprioritaskan percepatan pemulihan sektorsektor yang menjadi sumber-sumber pertumbuhan ekonomi. Menanggapi RAPBN tersebut, kami melihat seharusnya pemerintah berfokus pada permasalahan inti dimana saat ini kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan sosial berpotensi akan naik pasca pandemic. Kami memproyeksikan pada tahun ini kemiskinan dapat meningkat sebesar 3-5%, hal ini seiringan dengan meningkatnya pengangguran sebagai dampak dari melambatnya bisnis sehingga hal tersebut dapat ikut berdampak pada kesenjangan social. Namun apabila ketiga hal tersebut dapat terselesaikan dengan baik, tentu hal ini dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk kembali berinvestasi di Indonesia.

“Menyikapi beragam kondisi tersebut diatas, kami merekomendasikan wait and see sedikit lagi, karena imbal hasil obligasi 10y hampir menyentuh 7%. Fokus dan perhatikan apabila pasar obligasi berbalik arah apabila menyentuh imbal hasil 7%, rekomendasi beli akan berlaku,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Jumat (04/9/2020).