Bahana TCW Berharap Tekanan Hanya Sementara

Foto : Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management (BTIM), Budi Hikmat (ist)

Pasardana.id - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari Kamis (10/9) kemarin, mengalami tekanan koreksi -5,01% hingga menyentuh level 4.891, dimana mata uang Rupiah juga melemah terhadap kurs Dollar AS yang sempat menyentuh Rp14.900/USD.

Kejatuhan tersebut diyakini terkait dengan antisipasi dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi dengan kembali diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mulai tanggal 14 September 2020.

Meski demikian, Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management (BTIM), Budi Hikmat optimis bila kondisi market saat ini tak akan mengulang peristiwa koreksi market serupa pada Maret 2020 lalu.

“Tekanan di bursa dan nilai tukar saat ini diharapkan sementara. Sebab, penyebabnya lebih bersifat lokal sebagai antisipasi perlambatan ekonomi akibat PSBB," ungkap Budi Hikmat, seperti dilansir dari siaran pers, Jumat (11/9).

Sementara itu, beragam macrowave indicator untuk kondisi pasar eksternal global juga masih cukup stabil.

Selain menjaga suku bunga global rendah, kelebihan likuiditas akan memaksa dollar masuk siklus melemah dan emas berpeluang paling moncer.

"Meski memang investor harus mewaspadai retorika politik di Amerika Serikat (AS) jelang Pilpres dan masih ada keraguan efektivitas vaksin Covid,” imbuh Budi Hikmat.

Bahana TCW Investment Management yang merupakan bagian dari Holding Perasuransian dan Penjaminan yang dikenal dengan nama Indonesia Financial Group atau IFG mencatat, ketika akhir Maret lalu, tekanan dollar AS terhadap rupiah sangatlah kuat, dimana dollar AS naik cukup drastis hingga hampir menyentuh level 17.000/USD.

Harga emas sempat anjlok, tingkat uncertainty pasar juga sangat tinggi dan harga minyak juga anjlok.

Saat itu, fenomena rush for dollar cash memukul pasar modal dan nilai tukar di negara berkembang agar investor dapat memiliki cash dollar.

Keadaan membaik, setelah kavaleri bank sentral dunia yang dipimpin oleh The Fed menggelontor likuiditas.

“Walau diperlukan, pemberlakuan kembali PSBB sangat wajar membuat investor saham kuatir akan terjadi pelambatan ekonomi kembali,” jelas Budi.

Adapun sektor perbankan, lanjutnya, diduga akan menahan keinginan untuk menyalurkan kredit sehingga mereka akan terus menempatkan dana dalam surat berharga negara.

Di sisi lain, investor asing juga bertanya apakah Bank Indonesia akan terus mengemban skema burden sharing dimana aksi quantitative easing yang dilakukan akan memperlemah Rupiah.

Lebih lanjut Budi berharap, agar pemerintah dapat mempercepat realisasi stimulus Pemulihan Ekonomi Sosial (PEN), terutama untuk bantuan sosial, kesehatan, maupun insentif yang menunjang UMKM.

Budi menilai positif adanya alokasi dana yang cukup besar bagi Polri untuk mendukung pelaksanaan PSBB.

Budi juga memproyeksi, Bank Indonesia kembali menurunkan suku bunga. Selain spread terhadap inflasi masih positif, kinerja penyaluran kredit juga masih lemah.

Untuk investor awam, Budi menyarankan untuk defensif dengan memanfaatkan instrumen surat berharga negara (SBN) yang sedang ditawarkan.

"Sementara untuk investor yang lebih mahir dan berani, dapat secara selektif berinvestasi pada saham yang paling banyak ditinggalkan oleh investor asing," tandas Budi.