ANALIS MARKET (15/7/2020) : Ada Potensi Pasar Obligasi Mengalami Penurunan Hari Ini
Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, sesuai dugaan, pasar obligasi masih dalam kondisi flat, dimana rentang pergerakannya masih belum melebihi 55 bps.
Total penawaran yang masuk memang dibawah ekspektasi kami, dimana hal tersebut mencerminkan pelaku pasar dan investor mulai merasakan adanya keraguan terhadap prospek perekonomian Indonesia kedepannya.
Wabah virus corona yang masih belum dapat dikendalikan, ditambah lagi dengan penyerapan anggaran yang masih sedikit membuat pelaku pasar dan investor mulai berfikir ulang terkait dengan daya tahan perekonomian kita kedepannya.
Meskipun kami yakin, Indonesia mampu melewati wabah ini, asalkan ada koordinasi yang kuat serta kebijakan yang terukur, terarah, dan tepat serta stimulus yang bisa diberikan kepada mereka yang membutuhkan, bukan hanya sekedar dianggarkan.
Dengan penyerapan lelang yang melebihi target indikatifnya, seharusnya membuat Rupiah dapat menguat lebih dari ini, apalagi IHSG kita juga perkasa. Namun sangat disayangkan bahwa ternyata pasar obligasi tidak dapat berbuat dan bergerak lebih banyak pada transaksi kemarin.
Alhasil, atas kejadian yang terjadi kemarin (14/7), kami melihat pagi ini pasar obligasi akan dibuka bervariatif dengan rentang pergerakan 30 – 60 bps, lebih dari itu akan menjadi arah bagi pasar obligasi selanjutnya dengan catatan, diikuti dengan volume yang kuat.
Kami berharap, bahwa pasar masih dapat kondusif, meskipun keadaan global dan domestic masih belum mendukung hal tersebut.
Dorongan pasar obligasi untuk mengalami kenaikkan masih sangat terbuka lebar, oleh sebab itu, investor diharapkan dapat berhati-hati hari ini.
Namun yang menarik, asing masih terus mencatatkan capital outflow, hal tersebut yang membuat kami percaya bahwa pasar obligasi sedang memiliki fase new normal, tidak mau kalah dengan yang lagi nge-trend saat ini.
Fase new normal disini dalam artian, bahwa kepemilikkan obligasi akan lebih banyak didominasi oleh domestik, tentu hal tersebut akan mengurangi volatilitas harga yang sebelumnya kerap terjadi tatkala kepemilikkan asing bertambah.
Tapi sebagai catatan, ketika pasar pulih, tentu mereka yang saat ini dalam posisi holder, tentu saja akan melepas kepemilikkan mereka dan ambil untung. Berarti apa yang sudah dicapai saat ini bisa berpotensi kembali seperti dulu lagi bahwa asing memiliki hampir 40% porsi kepemilikkan? Mungkin saja, karena biar bagaimana pun obligasi kita harus terserap bukan?
Adapun cerita hari ini akan kita awali dari :
1.SEBUAH DUKA DARI SINGAPURA
Pada akhirnya setelah berjuang sekian lama, tampaknya perekonomian Singapura tengah memasuki masa masa suram. Turunnya perekonomian Singapura yang sudah lebih dari 40% merupakan penyebabnya, sehingga hal tersebut secara teknis membuat perekonomian Singapura memasuki resesi karena telah menyusut 41.2% pada kuartal kedua kali ini kalau kita bandingkan dengan kuartal sebelumnya. Proyeksi GDP terbaru yang dihitung dari bulan April dan May ternyata lebih buruk dari perkiraan sebelumnya. Dalam 3 bulan pertama tahun ini saja, Singapura sudah mengalami penurunan sebanyak 3.3% kalau dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Kalau kita bandingkan dengan tahun lalu, perekonomian Singapura telah mengalami kontraksi sebesar 12.6% pada kuartal kedua, dan angka tersebut bahkan lebih buruk dari proyeksi sebelumnya yang dimana 10.5%. Perekonomian pada kuartal kedua semakin memburuk karena Singapura sebelumnya telah melakukan lockdown yang pada akhirnya membuat perekonomian terkena imbasnya. Lockdown yang terjadi kemarin pada akhirnya membuat konsumsi domestic mengalami penurunan karena permintaannya juga mengalami pelemahan. Menurunnya permintaan juga disebabkan oleh situasi dan kondisi global yang tengah terjadi saat ini, yang dimana wabah virus corona telah menyebabkan perekonomian dunia juga mengalami pelemahan. Pemerintahan Singapura sebelumnya juga telah menyampaikan bahwa perekonomian akan mengalami kontraksi sebesar 4% hingga 7% untuk tahun 2020. Namun ada sisi optimis disana, yang dimana Singapura cukup loyal dengan memberikan stimulus sebesar 20% dari GDP mereka. Sejauh mata memandang hingga hari ini, Singapura telah meluncurkan 4 paket stimulus dengan total hampir 100 miliar dollar Singapura, atau $70 miliar sebagai salah satu upaya untuk mendorong perekonomian yang terkena dampaknya akibat virus corona. Berita duka tidak hanya sampai di Singapura, ternyata Jepang juga mengalami kedukaan yang hampir sama dengan Singapura. Bedanya kali ini mengenai Industrial Production Jepang yang mengalami penurunan yang cukup dalam, karena penurunan tersebut yang terparah sejak 2011 silam. Sehingga tentu hal tersebut membuat para pelaku pasar dan investor kecewa. Meskipun sudah ada stimulus yang bahkan lebih dari 20% kalau kita bandingkan dengan GDP mereka, bahkan belum mampu mengangkat perekonomian Jepang. Hal ini yang membuat kemarin bursa kawasan Asia mengalami pelemahan, dan pelemahan tersebut membuat pasar kembali bergejolak kecuali 6 negara termasuk Indonesia yang masih menghijau, luar biasa. Well, kami berharap pertahanan IHSG tidak akan rapuh hari ini setelah sebelumnya kemarin menghijau, karena berita hari ini akan cukup memberikan dampak negative terhadap pasar. Kita lanjut ke cerita kedua ya.
2.LAGI LAGI TURUN!
Adanya pembatasan social berskala besar pada kuartal I dan II pada tahun 2020 ini cukup memberikan tekanan pada kepercayaan konsumen. Indeks kepercayaan konsumen telah mengalami penurunan sejak awal tahun dari angka dari 121.7 pada Januari menjadi 83.8 pada Juni 2020. Adanya kepedulian terhadap kalangan menengah ke atas pada kebersihan dan Kesehatan ikut mendorong consumer spending sejak awal tahun. Pada periode pandemi Covid-19, konsumen diyakini lebih memilih produk autentik dan terjaga kebersihan dan keamanannya sehingga perlahan mulai melirik penjualan melalui saluran daring. Di sisi lain, pencairan stimulus yang tertunda mungkin akan menghambat pemulihan daya beli konsumen hingga akhir 2020 atau 2021. Kami melihat adanya potensi kepercayaan konsumen masih akan lebih rendah dari bulan Juli tahun lalu namun perlahan mulai pulih dan lebih baik dari bulan Juni tahun ini. Data Consumer Confidence Index (CCI) Indonesia menunjukkan pertumbuhan 6 poin MoM menjadi 83,8 poin pada bulan lalu. Hal ini didorong oleh meningkatnya harapan pemulihan ekonomi yang terjadi di enam bulan berikutnya dengan harapan CCI akan naik ke posisi 121,8 poin. Kami menilai, konsumen optimis bahwa pandemi dapat segera pulih. Peningkatan CCI didorong oleh pemulihan ekonomi di daerah Jakarta (+39,7 poin MoM) yang disebabkan adanya harapan pertumbuhan pendapatan (+13.1 poin MoM) dan kegiatan bisnis (+26,3 poin MoM) pasca-PSBB relaksasi di awal Juni. Konsumen dengan penghasilan tinggi – penghasilan lebih dari Rp5 juta per bulan dan berusia 41-50 tahun terdaftar sebagai konsumen dengan kepercayaan level tertinggi dalam daftar CCI. Di sisi lain, Indonesia mencatat 1,75 juta orang tidak memiliki pekerjaan dalam kurun waktu pandemi bulan Mei lalu. Pembukaan kembali ekonomi telah menurunkan pembelian barang tahan lama sebesar 7,2 poin MoM.
“Kami merekomendasikan masih wait and see hari ini. Karena kami melihat ada potensi pengkolan didepan mata, sehingga ada potensi pasar obligasi mengalami penurunan hari ini,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Rabu (15/7/2020).

