ANALIS MARKET (14/4/2020) : Obligasi Jangka Panjang Berpeluang Mengalami Kenaikan

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi bergerak menguat sesuai dengan perkiraan kami.

Tentu saja hal ini merupakan sesuatu yang baik, meskipun kenaikkan tersebut masih dalam rentang yang sangat terbatas.

Kenaikkan harga obligasi diperdagangan kemarin (13/4) merupakan sebuah bukti, bahwa sentiment pertemuan Bank Indonesia yang akan diadakan esok hari, memberikan sentiment positif.

Dengan adanya indikasi pemangkasan 25 bps, tentu hal ini memberikan angin kepada harga obligasi untuk mengalami kenaikkan, meskipun kami katakan sekali lagi jangan terlalu berharap banyak ditengah situasi dan kondisi saat ini untuk mengalami kenaikan yang signifikan bagi pasar obligasi apabila tingkat suku bunga jadi di pangkas.

Pertemuan Bank Indonesia yang diiringi dengan adanya sentiment pemangkasan tingkat suku bunga sebanyak 25 bps, menjadi angin sorga tersendiri terhadap permintaan yang akan datang esok hari yang akan antri untuk mengikuti lelang.

Diperkirakan total permintaan akan mengalami kenaikkan, kami berharap total permintaan yang masuk diatas dari IDR 50 T.

Dan sejauh ini, entah kenapa kami cukup yakin akan hal itu, mungkin akibat animo yang tinggi terkait dengan penerbitan surat utang beberapa waktu lalu yang akan digunakan untuk menjaga perekonomian Indonesia dari wabah virus corona.

Hal ini yang memberikan keyakinan lebih besar bahwa animo kali ini pun akan memikat para investor untuk ikut berinvestasi meskipun wabah corona belum berlalu.

Lebih lanjut analis Pilarmas menilai, diperdagangan Selasa (14/4) pagi ini pasar obligasi diperkirakan akan berhenti sejenak, antrilah lelang dan percayalah diatas 50% bahwa Bank Indonesia akan memangkas tingkat suku bunga.

“Kami tentu berharap, sekalipun Bank Indonesia memangkas tingkat suku bunga, tingkat suku bunga kredit pun kami harapkan dapat mengalami penurunan. Stimulus ekonomi tidak akan banyak membantu, apabila kita juga tidak meringankan beban pembayaran yang seharusnya turun. Kami menyadari bahwa biasanya, penurunan tingkat suku bunga kredit akan memakan waktu 3 – 6 bulan, namun ditengah situasi dan kondisi saat ini, tentu kami berharap dapat lebih cepat, agar daya beli masyarakat tetap terjaga. Dengan adanya indikasi pemangkasan tingkat suku bunga, obligasi jangka panjang memiliki peluang untuk mengalami kenaikkan lebih baik. Namun jangan lupa focus terhadap obligasi jangka pendek untuk mengurangi volatilitas, namun jangan kehilangan potensi untuk mendapatkan return,” jelas analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Selasa (14/4/2020).

Adapun cerita hari ini akan kita mulai dari;

1.MENABUR MENUAI

Pada akhirnya, trade war yang terjadi pada tahun 2018 – 2019 silam, membuat Amerika mengalami kesulitan sendiri saat ini. Mungkin benar kata pepatah, barang siapa yang menabur dia yang menuai. Amerika dan China telah saling memberikan tarif sejak 2 tahun terakhir, tidak terkecuali tarif yang diberikan kepada supply medis penting dari China termasuk didalamnya pakaian pelindung medis, alat pelindung diri, system CT dan pelindung kepala. Tanpa tarif, Amerika akan berada dalam posisi yang lebih baik, khususnya saat ini tatkala Amerika membutuhkan impor lebih banyak mengenai dukungan terhadap produk medis. Sejauh ini China terus meningkatkan produksinya sejak January lalu, ketika penyakit tersebut mulai menyebar dengan sangat cepat. Saat ini China tampaknya mengumpulkan keuntungan lebih cepat dari alat pelindung diri yang dikirim ke Amerika, apalagi disaat Amerika sedang memiliki kebutuhan yang mendesak. Peterson Institute for International Economics memberikan peringatan bahwa trade war antara Amerika dan China dapat memberikan ancaman terhadap perjuangan Amerika dalam melawan wabah virus corona. Pada tanggal 13 Maret, ketika laporan itu terbit, ditemukan bahwa $3.3 miliar impor produk perawatan kesehatan yang bersifat kritis masih terkena tarif 7.5%, sementara $1.1 miliar impor yang akan digunakan untuk mengobati Covid 19 juga masih tetap dikenakan tarif 25%, bahkan setelah Pemerintah Amerika telah memotong dan menangguhkan beberapa tarif untuk sementara waktu. Tidak hanya itu saja, $ 100 miliar dalam pengiriman dari China masih terkena tarif 25%, yang dimana itu artinya akan meningkatkan biaya suku cadang dan komponen lainnya untuk produk medis Amerika. Sebelumnya pada era trade war, beberapa supplier medis mengatakan bahwa mereka telah memperingatkan mengenai tarif mengenai supplier medis, karena hal tersebut dapat meningkatkan biaya yang lebih tinggi. Ternyata, bukannya di turunkan kala itu, Trump malah memberikan tarif bukan hanya terhadap China, tetapi juga terhadap Uni Eropa dan Meksiko. Dan sebagai informasi, Meksiko saat ini juga merupakan salah satu sumber terbesar kedua alat pelindung diri dan pakaian pelindung medis untuk Amerika Serikat. Hal ini tentu akan semakin membuat Pemerintah Amerika kesulitan dalam memperoleh supply medis yang saat ini sangat dibutuhkan. Dari Uni Eropa, biasanya mereka merupakan sumber utama khususnya dalam peralatan sinar X dan pembersih tangan, dan bukan tidak mungkin ini juga merupakan salah satu permasalahan ke depannya ditengah situasi dan kondisi Amerika juga membutuhkan peralatan tersebut. Sejak awal tahun ini, lebih dari 50 Negara, termasuk Perancis dan Korea Selatan telah memperketat pembatasan ekspor untuk peralatan medis, dan sebagai informasi hanya 7 Negara yang melakukan ekspor sebesar 70% produk respirator buatan, dan jika ada salah satu Negara tersebut melarang untuk mengekspor, maka harga bisa naik hingga 10%. Well, apa yang ditabur itulah yang dituai, tidak ada salahnya mendapatkan kesepakatan dengan cara yang baik dan adil, tanpa harus memberikan tarif besar besaran, karena kita tidak akan pernah tahu, kapan kita membutuhkan bantuan, sekalipun Amerika merupakan Negara adidaya.

2.SEMOGA SURPLUS, AMIN!

Kami melihat pekan ini cukup crucial bagi perdagangan IHSG. Beberapa data penting terkait fundamental ekonomi Indonesia akan dikeluarkan pada pekan ini. Disamping itu, pada hari ini Bank Indonesia dijadwalkan akan melakukan pertemuan secara online yang membahas strategi Bank Indonesia untuk beberapa pekan ke depan. Tentunya hal tersebut cukup penting bagi para pelaku pasar, mengingat upaya Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas pasar keuangan cukup berdampak pada perilaku pasar dan kepercayaan investor. Selain itu hal yang tidak kalah penting adalah rilis neraca dagang Maret yang dijadwalkan pada hari Rabu pekan ini. Menariknya, Bea Cukai mencatat sepanjang tahun ini nilai ekspor barang Indonesia lebih tinggi daripada impor. Hal ini terjadi di tengah pandemik Covid-19 yang terjadi di seluruh penjuru dunia termasuk di Indonesia. Berdasarkan data Bea Cukai sejak awal tahun hingga 28 Maret 2020 realisasi impor menurut devisa sebanyak US$ 1,9 miliar. Sementara ekspor lebih tinggi yakni US$ 3,12 miliar. Artinya neraca perdagangan surplus US$ 1,22 miliar. Adapun berdasarkan catatan bea cukai, komoditi impor yang dominan berupa barang-barang konsumsi, barang-barang modal, dan bahan baku penolong. Di antaranya seperti mesin, tekstil, barang semi manufaktur, bahan baku telepon seluler. Sementara untuk ekspor didominasi oleh komoditi seperti batubara, barang tambang, mineral dan logam, minyak mentah dan turunannya, serta bahan primer dalam bentuk butiran. Melihat hal tersebut, kami menilai saat ini penyebab utama dari menurun berasal dari permintaan dunia serta penurunan harga komoditas tentu disebabkan oleh wabah Covid-19. Dengan turunnya permintaan dan harga komoditas dinilai berdampak pada ekspor yang tentunya juga akan menurun. Selain itu impor juga berpeluang akan turun drastis akibat tidak berjalannya produksi manufaktur di dalam negeri. Sehingga kami memproyeksikan adanya surplus dagang pada Maret 2020.

3.KUR YANG BAIK HATI, YANG LAIN?

Dalam menjaga keberlangsungan Industri Kecil Menengah (IKM) , Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bertekad untuk terus mendorong pengembangan sektor Industri Kecil Menengah (IKM) di tengah dampak wabah COVID-19. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020, yang antara lain menganggarkan sekitar Rp150 triliun untuk pemulihan ekonomi yang merupakan stimulus untuk sektor industri. Dan Pemerintah akan menganggarkan Rp6,1 triliun untuk disalurkan melalui skema Kredit Usaha Rakyat (KUR), sehingga alokasi KUR untuk IKM dapat diperbesar. Diharapkan langkah yang dilakukan tersebut agar sektor IKM dapat menjalankan usahanya dengan baik sehingga masih memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional. Dengan adanya potensi pemangkasan tingkat suku bunga Bank Indonesia yang akan diadakan hari ini, tentu kami ingin berharap lebih, bahwa kredit tidak hanya bergantung terhadap Kredit Usaha Rakyat semata. Dengan adanya potensi penurunan tingkat suku bunga, tentu kami berharap tingkat suku bunga kredit juga harus mengalami penurunan, khususnya di tengah situasi dan kondisi yang saat ini tengah terjadi. Stimulus memang penting, namun keringanan kredit kami hanya melihat hal ini baru sekedar diatas kertas. Memang benar, efektifitas penurunan tingkat suku bunga kredit akan berlangsung dalam kurun waktu 3 – 6 bulan, namun wabah kali ini tidak bisa menunggu selama itu. Oleh sebab itu kami berharap bahwa tingkat suku bunga kredit dapat menyesuaikan secepatnya ditengah situasi dan kondisi saat ini, selain untuk meringankan beban para debitur, hal ini juga menjaga daya beli masyarakat wabah seperti ini.

“Kami merekomendasikan wait and see di pasar sekunder dan ikuti lelang hari ini,” sebut analis Pilarmas.