Korupsi Dana Bansos, Mensos Juliari Terancam Hukuman Mati
Pasardana.id - Menteri Sosial, Juliari P Batubara ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi bantuan sosial Covid-19.
Padahal, jauh hari sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengingatkan kabinetnya untuk tidak 'main-main' dalam penggunaan anggaran bencana terutama saat pandemi Covid-19.
Seruan ini kembali disampaikan melalui unggahan di Twitter, hari Minggu (06/12). Jokowi mengatakan, sejak awal, ia sudah mengingatkan para menteri Kabinet Indonesia Maju untuk tidak korupsi.
"Karena itulah, terkait penetapan Menteri Sosial sebagai tersangka oleh KPK, saya menghormati proses hukum yang tengah berjalan. Saya tidak akan melindungi siapapun yang terlibat korupsi," kata Jokowi.
Sekadar informasi, Juliari Batubara menyerahkan diri ke KPK pada Minggu (06/12) dini hari setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi bantuan sosial (bansos).
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami penerapan pasal dengan ancaman pidana mati dalam kasus korupsi berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya di Kementerian Sosial RI terkait bantuan sosial untuk wilayah Jabodetabek 2020.
"Saya memahami, kami sangat mengikuti apa yang menjadi diskusi di media terkait dengan pasal-pasal khususnya Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Tentu kita akan dalami terkait dengan apakah Pasal 2 itu bisa kita buktikan terkait pengadaan barang jasa," kata Ketua KPK, Firli Bahuri, Minggu (6/12/2020).
Hal tersebut dikatakannya di sela jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu terkait penahanan Juliari dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Sosial, Adi Wahyono (AW).
"Karena unsur-unsurnya adalah satu, setiap orang artinya ada pelaku, kedua, ada perbuatan ada sifat melawan hukum dengan sengaja untuk memperkaya diri sendiri ataupun orang lain atau korporasi yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara. Itu kita dalami tentang proses pengadaan barangnya," kata Firli menambahkan.
Namun, lanjutnya, bahwa saat ini lembaganya masih fokus terhadap kasus suap yang menjerat Juliari dan kawan-kawan tersebut.
"Tetapi perlu diingat, yang kami sampaikan hari ini adalah salah satu klaster dari tindak pidana korupsi, yaitu penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau untuk menggerakkan seseorang agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu, itu yang kita gelar hari ini," ucap Firli.
Sebelumnya, Firli sempat mengingatkan bahwa melakukan tindak pidana korupsi pada saat bencana seperti wabah Covid-19 yang terjadi saat ini, dapat diancam dengan hukuman mati.
"Apalagi di saat sekarang, kita sedang menghadapi wabah Covid-19. Masa sih, ada oknum yang masih melakukan korupsi karena tidak memiliki empati kepada NKRI. Ingat, korupsi pada saat bencana ancaman hukumannya pidana mati," ujar Firli beberapa waktu lalu.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud Md, yang mengatakan, bahwa pejabat pusat dan daerah yang melakukan tindak korupsi berkaitan dengan anggaran bencana Covid-19 terancam hukuman mati.
"Saya ingatkan, menurut UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), diancam dengan paling tinggi seumur hidup atau 20 tahun penjara. Namun, dalam keadaan bencana seperti saat Covid-19 ini, maka ancaman hukuman mati ini diberlakukan berdasarkan UU yang berlaku," tegas Mahfud dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2020, 15 Juni lalu.
Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berbunyi: "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."
Dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan:
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1 miliar (satu miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Dijelaskan, yang dimaksud dengan keadaan tertentu dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

