Menristek Ingin Industri Farmasi Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri

Foto : istimewa

Pasardana.id - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, belum berkembangnya Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) disebabkan dua hal, yakni; permintaannya yang masih minim dan belum percayanya dokter terhadap obat serta alat kesehatan buatan dalam negeri.

"Tidak kalah kritikalnya, saya pernah sampaikan langsung ke Dekan FKUI (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia) pada waktu acara ulang tahun FKUI, seberapa hebatnya alat kesehatan dan obat yang kita buat di Indonesia, kalau pemakai utamanya yaitu dokter enggak mau pakai, ya selesai," katanya dalam keterangan tertulisnya, Selasa, (22/12/2020).

Karena itu, dia mendorong pemanfaatan kekayaan hayati agar industri farmasi dalam negeri bisa mandiri atau menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Upaya ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo dalam mereformasi sistem kesehatan nasional.

Menurutnya, langkah ini penting lantaran obat yang bahan bakunya diambil dari alam Indonesia belum jadi tuan rumah di negeri sendiri. Sebab impor bahan baku obat tinggi, sehingga perlu bagi Indonesia untuk mencari substitusinya.

Lebih lanjut Bambang membeberkan dua solusi agar obat yang dibuat dari bahan alam Indonesia atau Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri.

Pertama, OMAI harus masuk dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 

"Kalau OMAI masuk JKN, di situlah OMAI mulai dikenal. Kalau OMAI atau fitofarmaka banyak dikenal maka otomatis minat industri farmasi meningkat untuk produksi OMAI lebih banyak," ujarnya,

Bambang menilai, penyebab OMAI belum bisa masuk dalam program JKN karena masih adanya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 54 Tahun 2018.

Pada Pasal 8 ayat 2 disebutkan bahwa obat yang diusulkan masuk Formularium Nasional di program JKN bukanlah obat tradisional dan suplemen makanan.

Permenkes itu juga merujuk Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 bahwa yang dimaksud obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Dengan demikian, OMAI yang dibuat dari bahan alami seperti tumbuhan dan hewan tidak bisa diusulkan.

Bambang kemudian menyebutkan, solusi kedua untuk kemandirian industri farmasi dalam negeri. Solusinya yakni bagaimana dokter di Indonesia meresepkan OMAI untuk pasien mereka.

"Karena, percuma bikin OMAI ya katakan paling manjur, sudah terbukti, sudah melalui uji klinis yang memang melelahkan dan mahal, tapi kemudian dokternya enggak mau bikin resep. Bukan karena takut, tapi dia, ya mohon maaf, karena dokter sudah komit dengan perusahaan farmasi tertentu," ungkap Bambang.   

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto menyebutkan, pihaknya akan membahas secara khusus agar OMAI bisa masuk program JKN.

Menurutnya, Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan bahkan telah mengagendakan pembahasan khusus ini di awal 2021.

"Pak Menko (Luhut Binsar Panjaitan) memberikan arahan supaya ini didorong saja dulu masuk. Jadi nanti diberikan kesempatan untuk produksi Fitofarmaka masuk dalam JKN, lalu mereka yang fight sendiri nanti untuk marketing," pungkas Seto.