ANALIS MARKET (11/6/2019) : Pasar Obligasi Berpotensi Menguat Terbatas

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi kembali menunjukkan kenaikkan yang dramatis, plus cukup ‘lebay’ diperdagangan kemarin (10/6).

Animo dengan adanya kenaikkan rating dari S&P dan probabilitas dipangkasnya The Fed, membuat pasar obligasi seakan-akan tiada tanding, sehingga mendorong aliran inflow untuk masuk yang membuat harga pasar obligasi mengalami kenaikkan.

Lebih lanjut, riset Pilarmas juga menyebutkan, diperdagangan Selasa (11/6) pagi ini, pasar obligasi diperkirakan akan dibuka menguat dengan potensi menguat terbatas.

Adapun sentimen pagi ini akan diawali dari Trump, yang pada hari Senin kemarin (10/6) mengancam untuk menaikkan tarif pada China “lagi”, apabila Xi Jinping tidak bertemu dengannya pada KTT G20 di Jepang.

Trump mengatakan di White House kepada sejumlah wartawan yang hadir bahwa Trump dapat mengenakan tarif 25% atau jauh lebih tinggi dari 25% pada barang barang china senilai $300 miliar dan berpotensi untuk naik hingga $600 miliar. Pengenaan tarif ini akan segara diberlakukan apabila tidak ada pertemuan pada KTT G20 nanti.

Namun lagi-lagi, setelah menggunakan ancaman, Trump memberikan pujian dan sindiran kepada Xi Jinping.

Trump mengatakan bahwa Xi mungkin tidak akan bertemu dengannya, namun kami dijadwalkan untuk mengadakan pertemuan. Saya (Trump) memiliki hubungan yang hebat dengannya. Xi sebenarnya Pria yang luar biasa, pintar, kuat, tapi Xi untuk China dan saya untuk Amerika.

“Menurut kami ini sebuah anekdot yang lucu dari Trump yang memaksa China untuk bertemu dengan Amerika, dengan dalih apabila pertemuan tersebut tidak dilaksanakan, maka tarif akan kembali dikenakan. Trump yakin bahwa China akan membuat kesepakatan karena harus membuat kesepakatan. Kami melihat bahwa Trump menyamakan China dengan Mexico yang dimana Trump merasa menang pertarungan atas ancaman yang dilakukan oleh Trump sehingga mendapatkan kesepakatan dengan Mexico. Tapi China bukanlah Mexico. Meskipun Mexico merupakan importir terbesar nomor 2 setelah China, namun jarak total import antara China dan Mexico dapat dikatakan cukup jauh,” ungkap analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Selasa (11/6/2019).

Lebih lanjut riset juga menyebutkan, Trump kemarin (10/6) juga menyarankan bahwa kesepakatan perdagangan bisa melibatkan Huawei.

Administrasi Trump telah berkampanye untuk memblokir Perusahaan Huawei dari jaringan 5G yang akan muncul di dunia, dengan alasan kekhawatiran keamanan nasional.

Trump melihat Huawei sebagai ancaman, namun disaat yang sama, bisa sangat baik bahwa kami melakukan sesuatu kepada Huawei sebagai bagian dari negosiasi perdagangan dengan China.

China sangat ingin membuat kesepakatan dan ingin melakukan kesepakatan lebih dari saya, tetapi kita akan lihat apa yang akan terjadi.

Yang menarik adalah ketika Trump memberikan pernyataan terkait dengan 5G. Amerika sebenarnya akan memimpin dalam waktu dekat. Kami memimpin dalam segala hal. Mengenai China, sebesar apapun mereka, mereka hebat, namun mereka tidak memiliki kemampuan seperti orang jenius kami di Silicon Valley. Selain itu, juga Trump mengatakan bahwa tujuannya adalah untuk menghambat pertumbuhan China sebagai saingan ekonomi bagi Amerika.

Huawei sangat sangat kuat. Trump ingin China melakukannya dengan baik, tetapi saya tidak ingin China melakukannya sebaik Amerika melakukannya dalam bidang teknologi.

“Kalau kami lihat mundur kebelakang, China tidak seperti Mexico. China menyampaikan sedari awal bahwa kami ingin perjanjian yang adil dan setara. China tidak takut, dan rakyat China juga tidak takut. Kami khawatir, apabila Trump terus menggunakan cara seperti ini, mungkin kesepakatan dagang antara China dan Amerika hanyalah mimpi,” jelas analis Pilarmas.

Beralih dari sana, Bank Sentral Indonesia akan terus mengkalibrasi kebijakannya untuk menjaga stabilitas dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Baik dalam hal suku bunga, manajemen likuiditas, kebijakan makro prudensial atau pendalaman pasar keuangan.

Tentu hal ini menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia terjaga dengan baik, namun tetap menyesuaikan dengan situasi dan kondisi global.

Memang benar, factor kenaikkan rating S&P membuat capital inflow bertambah akibat daya tahan Indonesia yang kian menguat ditengah situasi dan kondisi global yang tidak menentu. Namun konsistensi Indonesia dalam menjaga beberapa indicator penting ekonominya juga sesuatu yang harus kita perhatikan.

“Kami merekomendasikan beli hari ini dalam volume terbatas,” tandas analis Pilarmas.