Belum Sampaikan Keterbukaan PKPU, BEI Pertanyakan SOCI
Pasardana.id - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah menanti jawaban manajemen PT Soechi Lines Tbk (SOCI) terkait putusan Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 31 Agustus 2018 mengabulkan permohonan perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap anak usaha yang 99.99% dimiliki oleh SOCI, PT Multi Ocean Shipyard (MOS).
Hal itu disampaikan Direktur Penilaian Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia, IGD Nyoman Yetna di Jakarta, Selasa (18/9/2018).
“Kalau terkait PKPU sudah pasti kami tanyakan,” kata dia.
Hanya saja, lanjut dia, sampai saat ini manajemen SOCI belum menyampaikan jawaban resmi kepada BEI.
“Sama dengan proses PKPU, kan ada periode. Setelah itu, kita tanyakan dulu. Kami kasih waktu tiga hari,” kata dia.
Lebih lanjut Nyoman menambahkan, seharusnya manajemen SOCI menyampaikan hasil PKPU tersebut kepada publik, karena sebagai bagian keterbukaan informasi.
“Ya itu....nanti kami pertanyakan,” kata Nyoman.
Asal tahu saja, PT Multi Ocean Shipyard didirikan pada 2 November 2007 lalu oleh Soechi khusus untuk bergerak di bidang galangan kapal. Pada 2014, Soechi meningkatkan modal ditempatkan dan disetor MOS, dari Rp 300 milyar menjadi Rp 420 milyar dengan konversi hutang MOS kepada Soechi.
Selanjutnya pada tahun 2016, modal ditempatkan dan disetor kembali ditingkatkan menjadi Rp 840 milyar dengan cara yang sama.
Saat ini, MOS seperti yang dikutip dari Laporan Keuangan Auditan Soechi, sedang membangun 3 kapal tanker untuk PT Pertamina (Persero) dengan rincian; 1 kapal perintis untuk Satuan Kerja Peningkatan Keselamatan Lalu Lintas Angkutan Laut Pusat dan 2 kapal kenavigasian untuk Satuan Kerja Pengembangan Kenavigasian Pusat.
Konstruksi masih ditengah jalan, dengan persentase kemajuan konstruksi 3 kapal tanker sebesar 98.18%, 71,08% dan 61,20%; kapal perintis sebesar 88.29%; dan kapal kenavigasian telah selesai namun belum diserahkan.
Perjanjian dengan Pertamina malah sudah diperpanjang hingga 2 kali dikarenakan PT Multi Ocean Shipyard tidak dapat menyelesaikan pembangunan kapal tepat waktu.
Asal tahu saja, nilai kontrak kepada dua pemesan itu mencapai USD69,2 juta. Sayangnya, dengan keterlambatan itu, Pertamina berpotensi mengalami pembengkakan biaya operasional karena membayar sewa USD 12 ribu perhari atau USD35,08 juta. Sedangkan Hubla berpotensi mengeluarkan USD 3.000 perhari atau USD1,88 juta dalam tiga tahun.

