Pelaku Pasar Wajib Memperhatikan Berita Obligasi Hari Ini
Pasardana.id - Imbal hasil (yield) Surat Utang Negara (SUN) masih naik hingga Senin (23/5/2016) sore walaupun rupiah mulai menguat. Namun demikian imbal hasil obligasi global, yang dipimpin oleh US Treasury, melanjutkan penurunannya. Penurunan yield US Treasury diharapkan terimbas ke yield SUN.
Imbal hasil US Treasury bertenor 10 tahun, bergerak turun ke level 1,8228 persen, sementara imbal hasil obligasi tenor 30 tahun menurun ke 2,6090 persen.
Pada hari ini, Treasury Department AS akan menerbitkan surat utang berdenominasi mata uang asing senilai $26 miliar dengan tenor dua tahun. Rencananya Treasury Department akan melaksanakan tiga lelang di pekan ini.
"Terjadi koreksi ekspektasi kenaikan Fed fund rate (FFR) dengan target di Juni ini menyusul buruknya data manufaktur AS. Harga minyak mentah yang terus turun juga membantu menekan imbal hasil obligasi global," jelas ekonom Samuel Sekuritas, Rangga Cipta dalam risetnya, Selasa (24/5/2016).
Dari domestik isu negatif masih menekan harga SUN mulai dari ketidakpastian tax amnesty, peringkat dari S&P sampai dikuranginya kewajiban kepemilikan SUN lembaga Industri Keuangan Non Bank (IKNB).
"Akan tetapi dalam jangka menengah ruang penurunan imbal hasil masih cukup terbuka melihat inflasi rendah serta prospek pelonggaran moneter lanjutan untuk mendukung pertumbuhan yang melambat.
Selain revisi dari OJK yang menurunkan kewajiban minimum kepemilikan SUN oleh IKNB, berita lain yang akan mewarnai perdagangan obligasi dari domestik antara lain:
PT Sri Rejeki Isman Tbk. akan menerbitkan surat utang global berdenominasi dollar sebesar $ 420 juta melalui anak usahanya Golden Legacy Pte Ltd.
PT Bank Tabungan Negara Tbk. akan menerbitkan obligasi senilai Rp 3 triliun pada Juli nanti. Dana hasil penerbitan obligasi ini salah satunya dipakai untuk pembiayaan KPR.
Pemerintah akan melakukan lelang SUN Selasa ini dalam mata uang Rupiah dengan target Rp12-18 triliun.
Berita Obligasi Global antara lain adalah Markit Manufacturing PMI AS turun ke 50,5 dari 50,8 di May16. (Bloomberg) dan Kepala St. Louis Federal Reserve James Bullard mengatakan mempertahankan suku bunga rendah terlalu lama bisa memicu ketidakstabilan pasar keuangan di masa depan.
Imbal hasil US Treasury bertenor 10 tahun, bergerak turun ke level 1,8228 persen, sementara imbal hasil obligasi tenor 30 tahun menurun ke 2,6090 persen.
Pada hari ini, Treasury Department AS akan menerbitkan surat utang berdenominasi mata uang asing senilai $26 miliar dengan tenor dua tahun. Rencananya Treasury Department akan melaksanakan tiga lelang di pekan ini.
"Terjadi koreksi ekspektasi kenaikan Fed fund rate (FFR) dengan target di Juni ini menyusul buruknya data manufaktur AS. Harga minyak mentah yang terus turun juga membantu menekan imbal hasil obligasi global," jelas ekonom Samuel Sekuritas, Rangga Cipta dalam risetnya, Selasa (24/5/2016).
Dari domestik isu negatif masih menekan harga SUN mulai dari ketidakpastian tax amnesty, peringkat dari S&P sampai dikuranginya kewajiban kepemilikan SUN lembaga Industri Keuangan Non Bank (IKNB).
"Akan tetapi dalam jangka menengah ruang penurunan imbal hasil masih cukup terbuka melihat inflasi rendah serta prospek pelonggaran moneter lanjutan untuk mendukung pertumbuhan yang melambat.
Selain revisi dari OJK yang menurunkan kewajiban minimum kepemilikan SUN oleh IKNB, berita lain yang akan mewarnai perdagangan obligasi dari domestik antara lain:
PT Sri Rejeki Isman Tbk. akan menerbitkan surat utang global berdenominasi dollar sebesar $ 420 juta melalui anak usahanya Golden Legacy Pte Ltd.
PT Bank Tabungan Negara Tbk. akan menerbitkan obligasi senilai Rp 3 triliun pada Juli nanti. Dana hasil penerbitan obligasi ini salah satunya dipakai untuk pembiayaan KPR.
Pemerintah akan melakukan lelang SUN Selasa ini dalam mata uang Rupiah dengan target Rp12-18 triliun.
Berita Obligasi Global antara lain adalah Markit Manufacturing PMI AS turun ke 50,5 dari 50,8 di May16. (Bloomberg) dan Kepala St. Louis Federal Reserve James Bullard mengatakan mempertahankan suku bunga rendah terlalu lama bisa memicu ketidakstabilan pasar keuangan di masa depan.

