Pro-Kontra Redominasi, Direktur BEI : Jangan Pikirkan Dulu Soal Redenominasi
Pasardana.id - Pro kontra wacana redenominasi rupiah terus bergulir di masyarakat.
Menurut Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Tito Sulistio, saat ini Indonesia belum membutuhkan upaya penyederhanaan nilai mata uang rupiah. Pasalnya, pergerakan ekonomi Indonesia masih dalam keadaan yang baik.
“Saat ini mari bicara masa depan Indonesia yang lebih baik. Lebih baik artinya semua baik. Kalau semua baik, jangan pikirkan dulu soal redenominasi atau segala macam," tegas Tito, di Gedung BEI, Jakarta, ?Senin (24/7/2017).
Ditambahkan, jika memang pemerintah ingin melakukan kebijakan redenominasi, mestinya pemerintah jangan terlalu menggembar-gemborkan terlebih dahulu. Bahkan sebisa mungkin harus dilakukan secara senyap atau diam. Harapannya adalah agar tidak ada gejolak ekonomi yang berarti.
“Masalah mau lakukan redenominasi, silahkan, tapi di bawah jangan ngomong dulu," ujar Tito.
Sementara itu, ditempat terpisah, Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk, Kartika Wirjoatmodjo (Tiko), mengatakan tidak ada masalah signifikan bila dilakukan redenominasi.
“Itu hanya masalah administratif, uang mau disimplifikasi. Memang nanti harus ditarik uang di bawah Rp1.000 dan harga barang juga harus diubah. Kalau kami beri pandangan nanti, harus ada transisi agar tidak kaget karena di India sudah pernah redenominasi. Itu cukup signifikan dan agak kaget," terangnya.
Secara prinsip, menurut Tiko, redenominasi bagus dilakukan karena mata uang Indonesia lebih kecil nilainya bila dibandingkan mata uang negeri tetangga, seperti Singapura.
“Mata uang Indonesia itu kan kecil sekali, misal Rp100 ribu hanya setara USD8," jelasnya.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo berharap, pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi Mata Uang dapat rampung tahun ini.
Urgensi mempercepat RUU terkait penyederhanaan nilai rupiah tidak lepas dari lamanya proses memperkenalkan bentuk uang dengan nilai baru.
Berdasarkan peta jalan, bila pembahasan RUU selesai 2017, sepanjang 2018-2019 menjadi periode persiapan.
Kemudian, tahun 2020-2024 merupakan masa transisi dan masyarakat mulai beradaptasi dengan nilai rupiah yang telah disederhanakan.
Nantinya, dalam UU Redenominasi Mata Uang akan dicantumkan pengaturan harga barang dan jasa versi lama dan baru.
“Di dalam UU (Redenominasi Mata Uang) akan diatur semua harga barang dan jasa harus ada tabel (harga) lama dan baru. Itu nanti selama lima tahun, jadi tujuh tahun masa transisi. Nanti 2025 sampai 2028 itu masa face out. Jadi, praktis (dibutuhkan waktu) 11 tahun, tetapi kita harus mulai," tandas Agus.

