Analis : Inflasi Juli Dorong Investor Beli SUN di Pasar Sekunder

foto : istimewa

Pasardana.id - Analis memperkirakan, pada bulan Juli 2016 akan terjadi inflasi sebesar 0,83% (MtM) dengan inflasi tahunan diperkirakan sebesar 3,60%.

Pada kenyataannya, pada hari ini, Senin (1/8/2016), Badan Pusat Statistik (BPS) merilis capaian inflasi sepanjang Juli 2016 mencapai sebesar 0,69 persen secara month to month (MtM).

Dengan inflasi di bulan Juli 2016 yang diperkirakan sebagai puncak inflasi di tahun 2016 yang masih terkendali, terbuka peluang diturunkannya tingkat suku bunga acuan oleh Bank Indonesia.

Analis obligasi MNC Securities, I Made Adi Saputra mengatakan, kondisi tersebut mendorong investor untuk melakukan pembelian Surat Utang Negara di pasar sekunder yang masih menawarkan tingkat imbal hasil yang cukup tinggi.

ââÅ¡¬ÃƒÆ’…Terutama untuk tenor yang panjang, dimana hal tersebut tercermin pada volume perdagangan Surat Utang Negara yang cukup tinggi,ââÅ¡¬ jelas I Made Adi Saputra kepada Pasardana.id, di Jakarta, Senin (1/8/2016).
 
Dijelaskan, secara keseluruhan, kenaikan harga Surat Utang Negara yang terjadi pada perdagangan di akhir pekan lalu, mendorong terjadinya penurunan imbal hasil Surat Utang Negara seri acuan sebesar 11 bps untuk tenor 5 tahun dan masing - masing sebesar 2 bps untuk tenor 10 tahun, 15 tahun dan 20 tahun.
 
Penurunan imbal hasil juga terlihat pada perdagangan Surat Utang Negara dengan denominasi dollar Amerika, meskipun penurunan yang terjadi tidak sebesar perdagangan sebelumnya.

Imbal hasil dari INDO-20 mengalami penurunan sebesar 1 bps pada level 2,38%. Adapun imbal hasil dari INDO-26 dan INDO-46 masing-masing mengalami penurunan sebesar 2 bps dan 3 bps pada level 3,30% dan 4,42%.
 
Asal tahu saja, volume perdagangan yang dilaporkan pada perdagangan di hari Jum'at senilai Rp12,32 miliar dari 44 seri Surat Utang Negara yang diperdagangkan, dimana volume perdagangan seri acuan yang dilaporkan senilai Rp3,67 triliun.

Obligasi Negara seri FR0068 menjadi Surat Utang Negara dengan volume perdagangan terbesar, senilai Rp1,96 triliun dari 114 kali transaksi dengan harga rata - rata di level 109,76% dan tingkat imbal hasilnya sebesar 7,37%. Adapun Obligasi Negara seri FR0072 menjadi Surat Utang Negara yang paling aktif diperdagangkan, sebanyak 210 kali transaksi dengan volume perdagangan senilai Rp1,64 triliun.
 
Sedangkan Sukuk Negara Ritel seri SR007 menjadi Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan volume perdagangan terbesar, senilai Rp470,81 miliar dari 11 kali transaksi dengan harga rata - rata di level 102,66% dan tingkat imbal hasilnya sebesar 6,50%.
 
Dari perdagangan obligasi korporasi, volume perdagangan yang dilaporkan senilai Rp713 miliar dari 25 seri obligasi korporasi yang diperdagangkan. Obligasi Subordinasi Berkelanjutan I Bank Permata Tahap II Tahun 2012 (BNLI01SBCN2) menjadi obligasi korporasi dengan volume perdagangan terbesar, senilai Rp112 miliar dari 4 kali transaksi. Obligasi korporasi dengan peringkat "idAA+" dan akan jatuh tempo pada 19 Desember 2019 tersebut diperdagangkan pada harga rata - rata 102,32% dengan tingkat imbal hasil sebesar 8,60%.
 
Sementara itu, nilai tukar rupiah pada perdagangan di akhir pekan ditutup melemah sebesar 14,00 pts (0,11%) pada level 13112,00 per dollar Amerika. Bergerak berfluktuasi pada kisaran 13068,00 hingga 13139,00 per dollar Amerika, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika sempat mengalami penguatan di awal perdagangan.

Namun demikian, dari pertengahan hingga berakhirnya sesi perdagangan, nilai tukar rupiah terlihat mengalami pelemahan terhadap dollar Amerika.

Mata uang regional yang juga mengalami pelemahan terhadap dollar Amerika diantaranya adalah Ringgit Malaysia (MYR) dan Peso Philippina (PHP). Sementara itu, mata uang Yen Jepang (JPY) memimpin penguatan terhadap dollar Amerika setelah Bank Sentral Jepang memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuannya setelah nilai tukar Yen terhadap dollar Amerika sempat mengalami pelemahan jelang pelaksanaan Rapat Dewan Gubernur Bank Sentral Jepang.