Imbal Hasil SUN Melanjutkan Penurunan

Foto : Istimewa

Pasardana.id - Imbal hasil Surat Utang Negara pada perdagangan hari Kamis, 28 Juli 2016 kemarin, melanjutkan penurunan didukung oleh penguatan nilai tukar rupiah pasca pelaksanaan Rapat Dewan Gubernur Bank Sentral Amerika.

"Perubahan tingkat imbal hasil berkisar antara 1 - 10 bps dengan rata - rata mengalami penurunan sebesar 4,6 bps dimana penurunan imbal hasil yang cukup besar terjadi pada Surat Utang Negara dengan tenor panjang," kata analis fixed income PT MNC Sekurities, I Made Adi Saputra kepada Pasardana.id, Jumat (29/7/2016).

Dijelaskan, imbal hasil dari Surat Utang Negara dengan tenor pendek (1-4 bps) mengalami penurunan berkisar antara 3 - 6 bps dengan didorong oleh kenaikan harga Surat Utang Negara yang berkisar antara 5 - 15 bps. Sementara itu imbal hasil Surat Utang Negara dengan tenor menengah (5-7 tahun) mengalami penurunan berkisar antara 2 - 9 bps dengan didorong oleh kenaikan harga yang berkisar antara 5 - 45 bps.

Adapun imbal hasil Surat Utang Negara dengan tenor panjang mengalami perubahan berkisar antara 1 - 10 bps dengan didorong oleh perubahan harga yang berkisar antara 15 - 75 bps.

Lebih lanjut dijelaskan, kenaikan harga Surat Utang Negara pada perdagangan kemarin turut didorong oleh faktor menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika seiring dengan melemahnya mata uang dollar Amerika terhadap mata uang global pasca pelaksanaan Rapat Dewan Gubernur Bank Sentral Amerika. Hasil dari Rapat Dewan Gubernur Bank Sentral Amerika (FOMC Meeting) yang berakhir pada hari Kamis waktu setempat memutuskan untuk menurunkan tingkat suku bunga acuan di level 0,25% - 0,50%.

"Cukup bervariasinya indikator ekonomi Amerika jelang pelaksanaan pertemuan tersebut menyebabkan Bank Sentral Amerika belum memberikan sinyal kapan mereka akan kembali menaikkan suku bunga acuan di tahun 2016," jelasnya.

Sehingga secara keseluruhan, lanjutnya, hasil tersebut berdampak positif terhadap pasar keuangan global termasuk di pasar Surat Utang Negara dimana dengan kenaikan harga yang terjadi pada perdagangan kemarin mendorong penurunan imbal hasil Surat Utang Negara seri acuan masing - masing sebesar 2 bps untuk tenor 5 tahun, 4 bps untuk tenor 10 tahun, 3 bps untuk tenor 15 tahun dan 5 bps untuk tenor 20 tahun.

Hasil dari FOMC Meeting juga berdampak positif di pasar Surat Utang Negara dengan denominasi mata uang global.

Setelah sempat mengalami koreksi terbatas jelang berakhirnya pelaksanaan FOMC Meeting, pada perdagangan kemarin harga Surat Utang Negara dengan denominasi dollar Amerika mengalami kenaikan sehingga mendorong penurunan imbal hasil yang terjadi pada hampir keseluruhan seri.

Imbal hasil dari INDO-20 mengalami penurunan imbal hasil sebesar 1 bps di level 2,4% setelah mengalami kenaikan harga sebesar 5 bps. Adapun imbal hasil dari INDO-26 dan INDO-46 masing - masing mengalami penurunan sebesar 9 bps di 3,33% dan 7 bps di level 4,45% setelah mengalami kenaikan harga masing - masing sebesar 75 bps dan 135 bps.

Adapun volume perdagangan Surat Utang Negara yang dilaporkan pada perdagangan kemarin cukup besar, yaitu senilai Rp9,76 triliun dari 39 seri Surat Utang Negara yang diperdagangkan, dengan volume perdagangan Surat Utang Negara seri acuan yang dilaporkan senilai Rp3,41 triliun.

Obligasi Negara seri FR0072 menjadi Surat Utang Negara dengan volume perdagangan terbesar, senilai Rp1,39 triliun dari 175 kali transaksi, menjadikan seri tersebut yang paling sering diperdagangkan. Obligasi Negara seri acuan dengan tenor 20 tahun tersebut diperdagangkan di harga rata - rata 108,36% dengan tingkat imbal hasil sebesar 7,43%.

Sementara itu Sukuk Negara Ritel seri SR007 menjadi Surat Berharga Syariah Negara dengan volume perdagangan terbesar, senilai Rp626,71 miliar dari 18 kali transaksi dengan harga rata - rata di level 102,44% dan tingkat imbal hasilnya sebesar 6,65%.

Dari perdagangan obligasi korporasi, volume perdagangan yang dilaporkan senilai Rp996,31 miliar dari 45 seri obligasi korporasi yang diperdagangkan, menunjukkan tingginya minat investor untuk memperdagangkan obligasi korporasi di pasar sekunder.

Obligasi Subordinasi Berkelanjutan I Bank Panin Tahap I Tahun 2012 (PNBN01SBCN1) menjadi obligasi korporasi dengan volume perdagangan terebsar dan paling sering diperdagangkan, yaitu senilai Rp175 miliar dari 12 kali transaksi. Obligasi dengan peringkat "idAA-" dan akan jatuh tempo pada 20 Desember 2019 tersebut diperdagangkan di harga rata - rata 100,59% dengan tingkat imbal hasil sebesar 9,19%.

Adapun nilai tukar rupiah pada perdagangan kemarin ditutup menguat sebesar 39,00 pts (0,30%) pada level 13098,00 per dollar Amerika.

Bergerak cukup berfluktuasi pada kisaran 13121,00 hingga 13068,00 per dollar Amerika, nilai tukar rupiah mengalami penguatan terhadap dollar Amerika seiring dengan penguatan mata uang regional terhadap dollar Amerika setelah hasil dari FOMC Meeting menunjukkan bahwa Bank Sentral Amerika tidak akan tergesa - gesa untuk menaikkan suku bunga acuan.

Mata uang Won Korea Selatan (KRW) memimpin penguatan mata uang regional terhadap dollar Amerika dengan diikuti oleh Ringgit Malaysia (MYR) dan Yen Jepang (JPY).

"Bahkan untuk mata uang Won Korea Selatan, penguatan yang terjadi pada perdagangan kemarin mendorong posisi Won Korea Selatan berada pada posisi tertingginya dalam sembilan bulan terakhir," tandas I Made.