Tiongkok Terus Dukung Perusahaan-Perusahaan 'Gurem'-nya

foto: istimewa

Pasardana.id - Tiongkok terus berusaha untuk mempertahankan perusahaan-perusahaan 'gurem' negara tersebut yang tak menghasilkan laba beroperasi, meski Negeri Panda selalu menyebutkan bahwa mereka memiliki rencana untuk memangkas kapasitas produksi berlebih yang menyebabkan produk-produk mereka membanjiri dunia.

Produksi baja, aluminium, diesel, dan produksi industrial lainnya dari Tiongkok menyebabkan harga tertekan dan menyebabkan kesulitan bagi para kompetitor. Dampak yang paling jelas terlihat adalah menyebabkan terjadinya ribuan orang kehilangan pekerjaan di Amerika Serikat dan negara-negara lainnya.

Selain itu, terus beroperasinya perusahaan-perusahaan 'gurem' Tiongkok menyebabkan perseteruan perdagangan dengan negara lain, terutama AS. Bahkan masalah ini menjadi masalah yang 'dijual' dalam kampanye calon Presiden AS yang tengah berlangsung saat ini.

Menurut analis Wall Street Journal, dilansir media tersebut Senin (9/5/2016), dukungan pemerintah Tiongkok terhadap perusahaan-perusahaan 'gurem' tersebut mencakup suntikan dana miliaran dolar AS, subsidi listrik, dan pemberian keuntungan lainnya.

Mereka yang menerima sokongan adalah perusahaan-perusahaan di bidang industri baja, tambang batu bara, manufaktur panel surya, dan lainnya.

Sokongan tersebut salah satunya diterima di Aluminium Corp of China, Chalco. Pada Oktober lalu perusahaan itu hampir menghentikan salah satu unit smelter-nya yang menghasilkan produksi sampai 500 ribu ton per tahun karena tak mampu meraih laba. Chalco juga sempat berencana melakukan pemecatan terhadap ribuan karyawan.

Namun pemerintah setempat di kawasan Gansu memotong tagihan listrik sampai 30 persen, sehingga pabrik tersebut dapat diselamatkan.

Chalco menjadi salah satu dari 3.000 perusahaan domestik di Tiongkok yang pada 2015 lalu turut menerima bantuan dari pemerintah. Jumlah bantuan yang diberikan secara keseluruhan terhadap perusahaan-perusahaan tersebut mencapai 119 miliar yuan, atau mencapai US$18 miliar. Kenaikan yang drastis dari 2014, yang hanya mencpaai 92 miliar yuan.

Di negara lain, seperti AS, tak ada bentuk bantuan seperti itu. Bantuan pemerintah terhadap pelaku industri yang mengalami kesulitan biasanya minim.

Dampaknya ketika perusahaan-perusahaan energi di AS terus memangkas jumlah SDM, perusahaan energi di Tiongkok tak melakukan hal serupa. Misalnya China Petroleum & Chemical Corp, yang labanya meningkat 30 persen pada 2015, menyebutkan kepada Wall Street Journal bahwa tak ada karyawan yang dipecat karena masalah keuangan perusahaan sejak 2014. Perusahaan yang disebut Sinopec tersebut memperkerjakan 351 ribu orang saat ini.

Dengan dukungan pemerintah, perusahaan-perusahaan di Tiongkok terus beroperasi meski dengan catatan. Termasuk menghasilkan sentimen anti-dumping di komunitas internasional terhadap produk-produk negara tersebut.