Tingkat Ekspor Jepang Alami Penurunan Drastis Bulan Lalu
Pasardana.id - Tingkat ekspor Jepang pada April mengalami penurunan tertinggi dalam tiga bulan terakhir. Penguatan yen dan lemahnya perekonomian Tiongkok menyebabkan industri pelayaran Negeri Sakura terhambat, demikian juga tingkat ekspor.
Seperti dilansir Reuters, data Kementerian Keuangan Jepang yang dirilis Senin (23/5/2016) pagi menunjukkan tingkat ekspor turun sampai 10,1 persen year-on-year pada April. Level tersebut melampaui prediksi penurunan tahunan 10,0 persen yang telah dikeluarkan para ekonom. Pada bulan Maret, penurunan tingkat ekspor y-o-y turun 6,8 persen.
Penurunan pada April memperpanjang penurunan tingkat ekspor dalam tujuh bulan terakhir. Dalam tujuh bulan terakhir, penurunan y-o-y terbesar terjadi pada Januari, saat pengiriman barang ke negara Asia lainnya menurun tajam mendekati perayaan Tahun Baru Imlek.
Tingkat ekspor ke negara Asia lainnya, yang mencakup lebih dari setengah pengiriman dari Jepang, pada April turun 11,1 persen y-o-y. Ekspor ke Tiongkok pada April turun 7,6 persen y-o-y.
Selain itu, penurunan pada April juga dipicu penurunan ekspor mobil ke Amerika Serikat, akibat gangguan rantai pasokan setelah terjadi gempa bumi di selatan Jepang bulan lalu, mencapai 4,4 persen y-o-y. Sedangkan untuk keseluruhan, tingkat ekspor ke AS turun 11,8 persen.
"Penurunan ekspor mobil ke AS adalah noise," kata kepala ekonom Norinchukin Research Institute Takeshi Minami.
"Perekonomian Asia dan global tetap lemah. Apalagi yen mengalami penguatan yang menyebabkan keuntungan eksportir semakin tipis, menyebabkan tingkat gaji dan permodalan melemah, sehingga tujuan “Abenomics" untuk menyebabkan pertumbuhan yang memadai menjadi terhambat," imbuhnya.
Tingkat impor pada April turun 23,3 persen, lebih buruk dari tingkat penurunan 19,0 persen per tahun yang diprediksikan para ekonom. Hal ini menunjukkan tak hanya lemahnya harga komoditas, tapi juga lambannya permintaan domestik.
Hasil survey terhadap perusahaan-perusahaan swasta di Jepang yang dirilis Senin menunjukkan kondisi para produsen manufaktur Jepang kedepannya akan semakin buruk. Hasil survei pendahuluan Markit/Nikkei pada bulan Mei menunjukkan pemesanan baru telah mengalami penurunan terbesar dalam 41 bulan terakhir.
Hasil data tersebut tentu menciptakan tekanan tambahan untuk Perdana Menteri Shinzo Abe untuk melakukan upaya lebih agar tingkat pertumbuhan di Jepang bisa membaik. Abe tengah mengupayakan disepakatinya kebijakan fiskal bersama pada pertemuan para pemimpin G7.

