Pertumbuhan Ekonomi Tetap Terjaga Ditengah Ketidakpastian Global. Seperti Apa Kiatnya?

foto : istimewa

Pasardana.id - Dalam 10 tahun terakhir perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,6 persen di tengah gejolak ekonomi global.

Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, ada beberapa faktor yang membuat Indonesia bisa menjaga kualitas pertumbuhan ekonomi tersebut.

Yang pertama, kata Ani, sapaan akrabnya, adalah populasi tinggi yang dimiliki Indonesia menjadi faktor utama pertumbuhan ekonomi nasional tetap terjaga.

“Saat global environment tidak mampu, dengan penduduk 250 juta, kita mampu. Yaitu dengan menjaga konsumsi, belanja pemerintah, investasi. Di mana dalam waktu tertentu beberapa faktor tadi, kami gunakan sebagai bantalan atau countercyclical atau counter siklus," paparnya, di Jakarta, baru-baru ini.

Ia menjelaskan, dengan menjadi negara yang tingkat urbanisasinya tinggi, Indonesia mampu untuk menstabilkan perekonomiannya dengan baik.

Tercatat jumlah penduduk perkotaan di Indonesia mencapai 52 persen dengan pertumbuhan penduduk hingga 4,1 persen, lebih tinggi dibandingkan negara-negara seperti Tiongkok dan India.

"Catat, Tiongkok pertumbuhannya hanya 3,8 persen. Dan India hanya 3,1 persen. Ini sebagai gambaran, daerah perkotaan di Indonesia sesak, konsumsi terpusat di perkotaan," katanya.

Lebih lanjut dijelaskan, tingginya tingkat urbanisasi ini juga dibarengi meningkatnya jumlah lapangan kerja, yang menjadi penunjang pertumbuhan ekonomi bagi kaum urban atau perkotaan.

“Dari rentang tahun 2001 hingga 2011 tercatat ada 21 juta lapangan pekerjaan yang ada, dan sekitar 18 juta di antaranya diisi oleh kaum urban. Ini yang menjadi alasan, tingkat konsumsi dalam negeri masih menjadi sumber pertumbuhan, meskipun perekonomian global melesu," terang Ani. 

Startup dan Fintech

Selain faktor-faktor diatas, dalam lima tahun terakhir pertumbuhan industri kreatif yang dikembangkan oleh wirausahawan muda telah menciptakan budaya berbelanja baru di pasaran.

Para pelaku startup yang tidak memiliki banyak modal untuk menginvestasikan sebuah outlet untuk memamerkan produk mereka memulai dengan tren e-commerce, pop-up market dan penjualan invidual di media sosial di kota-kota besar Indonesia.

Brightspot, I Love Bazaar Jakarta, JakCloth, dan beberapa pop up market lainnya telah menjadi acara berbelanja yang harus dikunjungi.

Selain itu, juga berkembang Financial Technologi (Fintech) yang muncul di tengah masyarakat yang penuh ketergesaan. Kebutuhan bertransaksi keuangan secara cepat, aman, dan praktis membuat sistem ini digandrungi kaum urban.

Saat ini, untuk melakukan transaksi keuangan dengan jumlah besar, belanja di restoran atau supermarket, hingga membuka rekening bank, cukup dilakukan melalui smartphone.

Kebutuhan cash less yang semakin besar, membuka peluang pelaku perusahaan rintisan atau startup mengembangkan aplikasi fintech.

Beberapa yang saat ini banyak dilirik seperti peer-to-peer lending (pinjam meminjam uang melalui aplikasi), pengaturan investasi saham dan reksa dana, sampai pembayaran melalui uang elektronik.

Fintech yang dianggap masa depan bagi industri keuangan sudah disadari banyak pihak, terutama dari sektor perbankan. Mereka berlomba-lomba meluncurkan inovasi di bidang fintech, mulai dari bank-bank besar seperti Bank Mandiri, BCA, BRI, sampai pemain baru yang langsung menarik perhatian yaitu aplikasi Jenius dari Bank BTPN.

Berdasarkan data Bank Indonesia, nilai transaksi fintech bakal mencapai 1,9 miliar dolar AS atau Rp 25,28 triliun (kurs Rp 13.308/dolar AS) pada tahun 2017.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memperkirakan investasi yang digelontorkan pada sektor fintech sampai tahun 2018 nanti mencapai angka 8 miliar dollar AS.

Data itu membuat investor melirik potensi pasar fintech di Indonesia.

Yang paling anyar, data survei DailySocial terhadap investor baru-baru ini, menyebut bahwa 60 persen setuju jika fintech akan menjadi tren di 2017. Disusul sektor Software-as-a-Service (SaaS) yaitu adopsi perangkat lunak sebagai service atau layanan sebesar 20 persen, lalu e-commerce 10 persen, dan lainnya (revenue generating business) sebesar 10 persen.

Dengan kondisi tersebut, tak heran pertumbuhan ekonomi tetap terus terjaga ditengah kondisi global yang masih bergejolak penuh ketidakpastian.