Akankah Sektor Properti di Indonesia Menguat di Tahun 2017?
Pasardana.id - Dari hari ke hari belakangan ini, semakin banyak tanda-tanda yang menunjukan bahwa pertumbuhan sektor properti di Indonesia semakin menguat.
Dalam kuarter ketiga di tahun 2016 ini saja, pergerakan yang aktif dapat kita lihat dari segi pertumbuhan pembangunan property. Trend ini sudah di ekspektasikan akan berlanjut di kuarter IV-2016 dan di tahun 2017.
Dilansir dari laman indonesia-investments.com baru-baru ini, Stanley Ang, kepala marketing di daerah berkembang Lippo Cikarang mengatakan, bahwa pertumbuhan sektor properti ini telah didukung sebagian oleh kebijakan pemerintah, yakni melalui program tax amnesty dan juga kebijakan tingkat suku bunga yang rendah oleh Bank Indonesia itu sendiri, serta dengan kebijakan relaksasi berupa keputusan untuk meringankan tingkat rasio loan-to-value (LTV).
Asal tahu saja, di akhir akhir Agustus 2016 lalu, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan nilai minimum Down Payment (DP) yang dibutuhkan untuk pembelian rumah pertama (dengan penggunaan kartu kredit) menjadi 15% untuk ukuran rumah lebih besar dari 70 m2 (sebelumnya 20%).
Sedangkan untuk DP pembelian rumah kedua, turun menjadi 20% (sebelumnya 30%), dan untuk rumah ketiga, menurun menjadi 25% (yang sebelumnya 40%). Pergerakan ini di tujukan untuk menaikkan kondisi ekonomi yang sulit dan menurunnya kredit perumahan.
Sementara itu, Bank Indonesia juga berusaha untuk memotong suku bunga acuan tahun ini. Dimulai dari awal tahun ini yang suku bunganya mencapai 7,5%. Tetapi, setelah memotong beberapa suku bunga dan pengadopsian 7-hari Repo rate terbalik atau dikenal denga 7-day Reverse Repo rate (RR rate), yang baru berlaku di Agustus 2016 ini, suku bunga Bank Indonesia sekarang menjadi 5%. Dengan rendahnya suku bunga ini mempengaruhi pinjaman hipotek.
Akan tetapi, dampak positif dari dana repatriasi dan juga rendahnya tingkat suku bunga akan tetap membutuhkan waktu beberapa bulan untuk benar-benar bisa membawa dampak yang terlihat di sektor properti Indonesia. Terlebih lagi, di paket kebijakan ekonomi ke-13, yang di keluarkan di akhir Agustus 2016 lalu, pemerintah mengurangi birokrasi (red tape) dengan maksud mendorong biaya rendah pembangunan rumah untuk kalangan yang terbilang rendah dalam masyarakat. Ini juga dapat mendorong pertumbuhan sektor properti di Indonesia, walaupun ini akan membutuhkan beberapa bulan sebelum deregulasi telah tercapai.
Adapun perkembangan positif dan menarik lainnya adalah para pengembang properti telah meluncurkan beberapa proyek di kuarter ini, yang menargetkan bagian kelas menengah dan menengah ke bawah dalam masyarakat.
Unit dari proyek ini terbilang relatif kecil tetapi dapat tercukupi. Sementara itu, kelas menengah keatas dan market elit di daerah urban, yaitu jakarta, dapat dibilang agak menjenuhkan.
Adapun sektor property berdampak langsung dengan pembangunan infrastruktur termasuk jalan tol, pelabuhan, bandara, dan sektor pembangkit listrik yang diperkirakan akan tumbuh signifikan di tahun 2017 mendatang.
"Proyek infrastruktur dapat di bilang penting karena biasanya, proyek pengembangan properti pasti bergantung dengan letak proyek infrastruktur yang baru," tandas Stanley. (Stevandy Clawira)

