Temuan Menkeu Atas Modus Pelanggaran Ekspor Komoditas, Pengawasan Bakal Ditingkatkan
Pasardana.id – Pemerintah akan meningkatkan pengawasan yang ketat terhadap ekspor komoditas yang terkena Bea Keluar (BK), seiring tingginya temuan pelanggaran dalam dua tahun terakhir ini.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan, bahwa dirinya telah menemukan beberapa modus yang sering digunakan dalam pelanggaran ekspor di komoditas bea keluar ini.
"Pengawasan yang ketat terhadap modus-modus ini menjadi kunci untuk menjaga integritas proses ekspor komoditas. Pengawasan menyeluruh kini menjadi fokus Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk menutup celah penyimpangan," katanya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI pada Senin (8/12).
Dalam kesempatan tersebut, Menkeu pun mengungkap ada empat modus pelanggaran yang sering ditemukan.
Yang pertama, penyeludupan langsung.
Kedua, kesalahan administratif saat pemberitahuan ekspor.
Ketiga, penyamaran aktivitas ekspor melalui modus antarpulau.
Dan yang keempat, adalah dengan mencampurkan barang legal dan ilegal.
Karena itu, usai penemuan empat modus ini, dirinya menegaskan bahwa pengawasan yang ketat akan menjadi kunci menjaga integritas proses ekspor komoditas.
Kini, DJBC akan mengawasi ekspor pada tiga tahapan utama, yaitu pre-clearance, clearance, dan post-clearance.
Untuk di tahap awal, Menkeu akan memperkuat intelijen kepabeanan dan pertukaran data lintas kementerian untuk memetakan titik rawan ekspor ilegal, termasuk analisis anomali perdagangan.
Kemudian, pada tahap clearance, pemeriksaan dokumen diperketat dengan dukungan perangkat Gamma Ray, X-Ray, serta patroli laut.
Sedangkan untuk di tahap post-clearance, audit mendalam dilakukan bersama Ditjen Pajak dan Kementerian Perdagangan.
“Pengawasan dilakukan secara menyeluruh, baik fisik maupun administratif, untuk memastikan seluruh ketentuan dipenuhi. Pemeriksaan mencakup verifikasi perizinan termasuk status clean and clear, serta pemenuhan pungutan seperti royalti dan PPh Pasal 22,” tegas Menkeu Purbaya.
Sementara itu, berdasarkan data Kemenkeu, peningkatan pengawasan ini berdampak signifikan pada penerimaan negara.
Pada 2023, pengawasan menghasilkan Rp 191,5 miliar dan melonjak menjadi Rp 477,9 miliar pada 2024.
Hingga November 2025, angkanya telah mencapai Rp 496,7 miliar, mayoritas berasal dari penerbitan nota pembetulan.
Tren tersebut mencerminkan meningkatnya kepatuhan eksportir sekaligus efektivitas pengawasan administratif.
Di sisi lain, jumlah kasus penindakan ekspor juga melonjak tajam.
Untuk kategori ekspor umum, DJBC mencatat 50 kasus pada 2023, menurun menjadi 44 kasus pada 2024, namun meningkat drastis menjadi 258 kasus sepanjang 2025.
Nilai barang yang ditindak pun masih tinggi, mencapai Rp 326 miliar pada 2023, Rp 313 miliar pada 2024, dan sekitar Rp 219,8 miliar pada 2025.

