Skema Pajak Batu Bara Disebut Bikin Negara Rugi Hingga Rp 25 Triliun
Pasardana.id – Lagi-lagi negara harus menanggung kerugian hingga mencapai Rp25 triliun per tahun akibat skema perpajakan setelah Undang-Undang Cipta Kerja 2020 diberlakukan.
Hal ini tentu saja sangat membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Hal tersebut diungkap Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa saat rapat bersama Komisi XI DPR RI, Senin (8/12).
"Jadi pada waktu Undang-Undang Cipta Kerja diterapkan, jadi menguat status batu bara dari non barang kena pajak menjadi barang kena pajak, akibatnya industri batu bara bisa meminta restitusi PPN ke pemerintah. Itu sekitar Rp 25 triliun per tahun," jelas Menkeu Purbaya.
Kata Menkeu, dengan adanya restitusi yang jumbo itu menjadikan penerimaan negara dari sektor batu bara bukannya meningkat, tetapi justru tergerus.
Bahkan, setelah memperhitungkan seluruh biaya dan pajak, kontribusi fiskal sektor ini menjadi negatif.
Karena itu, untuk kembali menyeimbangkan fiskal, kata Menkeu, pemerintah akan memperkenalkan pungutan bea keluar batu bara.
Ia menegaskan, bahwa langkah ini bukan untuk melemahkan industri, tetapi untuk menutup kerugian negara yang timbul sejak perubahan aturan 2020.
Mantan Bos LPS ini juga memastikan, kebijakan baru tersebut tidak akan mengganggu daya saing ekspor.
Sebab, sebelum 2020, tanpa fasilitas restitusi besar, industri batu bara tetap mampu bersaing di pasar internasional.
Sebelumnya, Purbaya mengatakan akan menerapkan bea keluar terhadap komoditas batu bara pada 2026.
Dia melihat tren penurunan Harga Batu Bara Acuan (HBA) akan terus berlanjut hingga tahun 2026.
Untuk menyikapi kondisi ini, pemerintah tengah menyiapkan instrumen bea keluar sebagai upaya meningkatkan penerimaan negara sekaligus mendorong program hilirisasi dan dekarbonisasi batu bara.
"Saat ini mekanismenya sedang kami finalisasi, bersama kementerian terkait," ujarnya.

