Asosiasi Industri Keramik-Kaca Respon Pelarangan Truk Sumbu 3 Saat Nataru

Foto : istimewa

Pasardana.id – Pemerintah memberlakukan pembatasan operasional truk angkutan barang selama periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026.

Kebijakan ini berlaku selama 11 hari.

Namun bagi pelaku industri, khususnya industri manufaktur kaca lembaran, beton ringan dan keramik, kebijakan tersebut dinilai terlalu lama sehingga dapat mempengaruhi kelancaran distribusi barang ke konsumen.

“Kita berharap sebaiknya waktunya sangat singkat, sehingga tidak mengurangi kelancaran distribusi barang. Mungkin bisa dilakukan dengan penerapan contra flow dan one way yang lebih terorganisir dan lebih rapi,” ujarnya Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP), Yustinus Gunawan dalam keterangan yang diterima pada Selasa (9/12).

Ia mengatakan, pembatasan distribusi barang yang diputuskan oleh pemerintah terhadap truk sumbu 3 ini dinilai berpotensi besar menyebabkan pemadatan distribusi.

Hal ini berujung pada kenaikan biaya logistik dan biaya penyimpanan, yang pada akhirnya berdampak negatif pada daya saing produk nasional.

Selain itu, pembatasan operasional juga akan mengurangi produktivitas logistik dan hari kerja sopir, yang secara langsung berdampak pada pengurangan penghasilan.

Respon yang sama datang dari Ketua Umum Asosiasi Keramik Indonesia (ASAKI), Edy Suyanto.

Menurut dia, saat libur Nataru biasanya jumlah pemudiknya juga tidak sebanyak saat libur Lebaran.

Seharusnya, imbuh Edy, pemerintah tidak melarang truk sumbu 3 itu beroperasi.

“Dibanding sesama negara Asia Tenggara lainnya, hari libur di Indonesia itu paling banyak. Jadi, kami berharap harus ada kajian agar pelarangan itu tidak dilakukan terlalu panjang waktunya. Kalau pun mau dilarang, mungkin itu cukup dilakukan pas di tanggal merahnya saja, yaitu 25 Desember dan 1 Januari," ucap dia.

Menurut Edy, pelarangan terhadap truk sumbu 3 yang terlalu lama akan menyebabkan terganggunya kegiatan perdagangan dan distribusi. 

Selain itu, lanjut dia, dari sisi biaya juga mengalami pembengkakan.

Pengusaha harus membayar ekstra tenaga kerja yang masuk saat pabrik tidak libur. 

"Industri keramik ini tidak hanya padat modal tapi juga padat karya yang mempekerjakan lebih dari 150 ribu orang. Produk keramik nasional kita juga memiliki tingkat TKDN, tingkat komponen dalam negeri yang rata-rata di atas 75 persen," tutur dia.