Menteri ATR/BPN Sebut Sengketa Lahan JK-Lippo Group Sebagai Produk Tahun 1990-an
Pasardana.id – Sengketa lahan antara dua konglomerat besar, yakni pihak Jusuf Kalla yang diwakili PT Hadji Kalla dengan Lippo Group melalui PT Gowa Makassae Tourism Development (GMTD) kini sudah menjadi sorotan nasional.
Rumitnya kasus sengketa lahan seluas 16,4 hektare di kawasan elit Tanjung Bunga, Makassar, Sulawesi Selatan ini bahkan disebut sebagai produk tahun 1990-an.
Adalah Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Nusron Wahid yang menegaskan, bahwa sengketa lahan ini adalah adanya dua dasar hak yang tumpeng tindih pada bidang tanah yang sama.
Berdasarkan penelusuran Kementerian ATR/BPN, tanah sengketa tersebut memiliki status ganda, pertama Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Hadji Kalla yang diterbitkan pada 8 Juli 1996, berlaku hingga 2036, kedua, Hak Pengelolaan (HPL) atas nama PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk (afiliasi Lippo Group), yang berasal dari kebijakan Pemerintah Daerah Gowa dan Makassar sejak era 1990-an.
Selain dua entitas besar tersebut, sengketa ini juga melibatkan gugatan dari pihak Mulyono dan Manyombalang Dg. Solong.
Menteri Nusron menjelaskan, meskipun GMTD pernah memenangkan putusan pengadilan tahun 2000 melawan Manyombalang, putusan tersebut secara hukum hanya mengikat para pihak yang berperkara, tidak secara otomatis membatalkan hak pihak lain, termasuk PT Hadji Kalla yang memiliki dasar penerbitan berbeda.
"Fakta hukum menunjukkan bahwa di lahan itu terdapat beberapa dasar hak dan subjek hukum berbeda. Karena itu, penyelesaiannya harus berdasarkan data dan proses administrasi yang cermat, bukan dengan menggeneralisasi satu putusan," jelas Nusron dalam keterangannya Senin (11/11), pekan lalu.
Ia juga menegaskan, bahwa kementeriannya berdiri di atas hukum dan tidak berpihak kepada siapa pun.
Fokus utama saat ini adalah memastikan objek tanah yang akan dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Makassar (sesuai putusan inkracht) benar-benar sesuai dengan data pertanahan.
Kantor Pertanahan Kota Makassar bahkan sudah mengirim surat kepada PN Makassar untuk meminta klarifikasi teknis agar tidak terjadi salah objek saat eksekusi.
Nusron pun menilai, terungkapnya kasus lama ini justru menjadi momentum emas untuk pembenahan sistem pertanahan.
Karena itu, dirinya menekankan pentingnya digitalisasi dan sinkronisasi peta untuk mencegah terbitnya sertifikat ganda di masa depan.
"Kalau hari ini kasus lama muncul ke publik, itu justru karena sistem kita sedang jujur dan dibuka. Kami ingin semua terang agar ke depan tidak ada lagi tumpang tindih," pungkas Nusron.

