Survei NKS: Kinerja Pemerintah di Sektor Ekonomi jadi Sorotan Utama Masyarakat
Pasardana.id - National Kawula17 Survey (NKS) pada Q3 2025 menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap kinerja pemerintah masih cenderung negatif.
Pada kuartal ketiga tahun ini, skor kinerja pemerintah hanya mencapai 5,1 dari 10, naik tipis dari 4,9 pada kuartal sebelumya.
Namun, skor ini masih lebih rendah dibandingkan awal masa pemerintahan Prabowo-Gibran yang mencatat 5,4 pada NKS Q1 2025.
Temuan ini menegaskan kebutuhan mendesak bagi pemerintah untuk memperbaiki kinerja dan memperkuat kepercayaan masyarakat, khususnya pada sektor ekonomi dan tata kelola kebijakan publik.
Isu Terkait Ekonomi Jadi Sorotan Utama
Pada NKS Q3 2025, isu-isu yang berkaitan langsung dengan kesejahteraan masyarakat jadi perhatian utama.
Kemiskinan (61%) menjadi topik prioritas di masyarakat, melesat jauh +32% dari Q2 2025, disusul ekonomi (57%) yang konsisten berada di top 3.
Korupsi (53%) juga menjadi prioritas isu di masyarakat, meningkat +15% dibandingkan Q2 2025.
Kemiskinan juga menempati urutan tertinggi dengan 68% masyarakat menilai kinerja pemerintah di isu ini (sangat) buruk.
Disusul oleh ekonomi (51%) dan ketenagakerjaan (50%) yang juga mendapat penilaian negatif signifikan.
Menurut Maria Angelica, Program Manager Kawula17, temuan ini mengonfirmasi kekhawatiran masyarakat yang semakin kuat.
"Data ini menunjukkan adanya keselarasan yang mengkhawatirkan: isu-isu prioritas masyarakat seperti kemiskinan, ekonomi, dan antikorupsi justru menjadi bidang dengan penilaian kinerja terburuk. Ini bukan sekadar rapor merah, tetapi sebagai pengingat bahwa dibutuhkan perbaikan secara sistemik yang mendesak," tegasnya, seperti dilansir dalam keterangan tertulis, Rabu (12/11).
Menanggapi temuan ini, Felia Primaresti, Manajer Riset dan Program dari The Indonesian Institute (TII), menyatakan bahwa temuan-temuan ini menjadi sinyal penting untuk mengorientasikan kembali agenda advokasi gerakan masyarakat sipil.
“Advokasi publik harus fokus pada isu yang paling dirasakan masyarakat seperti kemiskinan, pengangguran, dan korupsi. Penting untuk tidak hanya menyasar simbol politik, tetapi juga mendorong mekanisme transparansi dan partisipasi publik dalam setiap program pemerintah,” jelasnya.
Evaluasi Program Pemerintah: Kepuasan Rendah pada Janji Lapangan Kerja dan Kebijakan Kontroversial
Program quick win pemerintah mendapat evaluasi dan opini beragam.
Kartu Kesejahteraan Sosial mendapat penilaian (sangat) memuaskan dari masyarakat, meningkat +15% dibandingkan Q2 2025.
Hal serupa terjadi pada program pemeriksaan kesehatan gratis yang kepuasannya terus meningkat secara konsisten sejak Q1 (+26%).
Sebaliknya, kenaikan gaji ASN menjadi program dengan tingkat kepuasan terendah dengan 51% menilai (sangat) tidak puas.
Tren negatif ini juga terlihat pada program lumbung pangan atau food estate yang kepuasannya menurun –12% dari Q1, serta Makan Bergizi Gratis yang menurun -9% dibandingkan Q1 2025 (15%) saat program ini pertama kali dijalankan.
Ketidakpuasan terbesar masyarakat tertuju pada program-program terkini yang dinilai belum dijalankan secara maksimal.
Terkait program 19 juta lapangan pekerjaan, lebih dari 50% masyarakat merasa (sangat) tidak puas.
Program ini dianggap belum berjalan baik meski di tengah prioritas publik pada isu kemiskinan dan ketenagakerjaan.
Masyarakat juga melayangkan ketidakpuasan pada dua program yang dinilai tidak tepat sasaran.
Kebijakan untuk menaikkan pangkat anggota Polri pasca-demonstrasi akhir Agustus (47%) dan pemberian 330 ribu smart TV (47%) dinilai (sangat) tidak memuaskan oleh masyarakat.
“Tingginya ketidakpuasan pada program-program tersebut juga menandakan bahwa prioritas kebijakan pemerintah saat ini belum sejalan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat,” lanjut Angelica.
Manajer Riset dan Program TII juga menekankan pentingnya menjadikan ketidakpuasan publik terhadap program seperti MBG, food estate, dan kenaikan gaji ASN sebagai momentum untuk memperkuat akuntabilitas sosial.
“Ini bukan lagi soal efektivitas program semata, tetapi tentang bagaimana pemerintah menjalankannya secara transparan dan partisipatif,” tambah Felia.
Keyakinan Publik dan Paradoks Isu Korupsi
Tingkat keyakinan masyarakat selaras dengan menurunnya keyakinan terhadap pemenuhan program pemerintah, dimana 36% merasa agak yakin dan 24% (sangat) tidak yakin.
Meski begitu, 40% masyarakat menjawab (sangat) yakin dengan pemenuhan program pemerintah.
Ini menunjukan bahwa masyarakat masih memiliki harapan dan kepercayaan bahwa pemerintah dapat merealisasikan program dan kebijakannya.
Bagi mereka yang yakin pemerintah mampu memenuhi janjinya, faktor utama ada pada karakter Prabowo yang dinilai tegas (59%), dukungan kuat dari masyarakat (52%), dan terungkapnya berbagai kasus korupsi (49%) yang dianggap sebagai bukti keseriusan pemerintah.
Menariknya, aspek korupsi juga menjadi menjadi faktor utama ketidakyakinan masyarakat akan pemenuhan program dan kebijakan pemerintah (55%).
Temuan survei ini mengindikasikan beragam interpretasi publik terhadap penanganan kasus korupsi.
Sebagian melihatnya sebagai kesuksesan pemerintah dalam penindakan, sementara bagi yang lain melihat ini sebagai kegagalan sistemik dalam penyelesaian dan pencegahan.
Program Manager Kawula17 Maria Angelica menegaskan masih adanya tantangan komunikasi dan kebijakan yang serius bagi pemerintah.
“Strategi pemerintah yang berfokus pada penindakan tidak lagi cukup untuk membangun kepercayaan. Kepercayaan publik hanya akan pulih melalui perbaikan sistemik yang konkret,” tutup Maria Angelica.
National Kawula17 Survey (NKS) merupakan survei per kuartal untuk melihat kinerja pemerintah dari perspektif masyarakat.
Survei dilakukan dengan metode Computer Assisted Self Interviewing (CASI) atau survei daring.
Periode pengumpulan data survei dilakukan pada tanggal 26-29 September 2025 dengan sampel representatif sebesar 404 responden dari seluruh Indonesia dan diikuti oleh responden berusia 17-44 tahun dengan margin of error 5%.

