Impor Ilegal Jadi Faktor Penyebab Puluhan Pabrik Tekstil Tutup
Pasardana.id - Banyak industri tekstil di Indonesia alami penutupan karena di picu oleh meningkatnya impor ilegal yang mengalir ke pasar domestik tanpa kontrol yang ketat dari pemerintah.
Hal ini yang dirasa telah membawa angin buruk dengan terhadap kondisi industri tekstil di Tanah Air, yang sebenarnya sudah mengalami deindustrialisasi selama 10 tahun terakhir.
Berdasarkan data Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI), sebanyak 60 perusahaan tekstil terpaksa tutup dalam dua tahun terakhir (2022-2024).
"Tahun 2024 sudah banyak pabrik yang tutup. Sekitar 60 perusahaan di sektor hilir dan tengah industri tekstil telah berhenti beroperasi. Akhirnya, sekitar 250 ribu karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK)," ungkap Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta dalam keterangan tertulis, Senin (16/12).
Kata Redma, saat pandemi COVID-19 di 2021, ketika impor dari China terhenti, industri tekstil Indonesia sempat mengalami pemulihan. Namun, begitu lockdown berakhir dan impor dibuka kembali, barang-barang ilegal pun membanjiri pasar, membuat banyak perusahaan terpaksa menghentikan operasional mereka.
Kondisi ini juga berdampak pada sektor-sektor terkait, seperti industri petrokimia dan produksi Purified Terephtalic Acid (PTA), yang merupakan bahan baku utama tekstil. Menurut Redma, jika produksi PTA terganggu, permintaan listrik untuk sektor tekstil pun menurun.
"Masalahnya adalah impor yang tidak terkendali. Hal ini menurunkan utilisasi industri kita dan berdampak pada sektor lain, seperti listrik dan logistik," jelas Redma.
Dia menyebut, industri tekstil sebenarnya sangat penting bagi perekonomian Indonesia.
Dengan kontribusi 11,73% terhadap konsumsi listrik sektor industri dan 5,56% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Namun, sebagian besar pasar domestik kini dipenuhi oleh barang-barang impor ilegal yang menyebabkan kerugian bagi negara, baik dari sisi pajak maupun bea masuk.
"Impor ilegal menjadi pembunuh utama bagi industri tekstil Indonesia, dengan sekitar 40 persen barang yang masuk ke Indonesia tidak tercatat secara resmi," sambung dia
Karena itu, dirinya menyarankan agar pemerintah segera mengatasi masalah impor ilegal ini untuk menyelamatkan pasar domestik dan memungkinkan industri tekstil lokal pulih.
Menurut dia, sektor ini bisa kembali menyumbang hingga 8% terhadap PDB jika masalah ini dapat diatasi.
Karena itu, berbagai langkah harus diambil, termasuk pembatasan impor yang lebih ketat dan perbaikan sistem di pelabuhan.
"Ada kelemahan sistem di pelabuhan, terutama terkait penggunaan scanner dan data manifest import (dokumen resmi barang impor) yang tidak sinkron. Hal ini menjadi celah bagi masuknya barang ilegal," imbuhnya.
Tak hanya itu, dia juga menekankan pentingnya meningkatkan daya saing produk lokal.
Dengan memanfaatkan potensi pasar domestik yang besar, Indonesia bisa menghidupkan kembali industri tekstil dan mengurangi ketergantungan pada impor.
"Namun, semua ini harus dimulai dengan memperbaiki regulasi dan menangani masalah impor ilegal," tandasnya.

