Hillcon Incar Laba Hingga Rp600 Miliar Pada Tahun 2022
Pasardana.id - PT Hillcon Tbk mengincar laba bersih sepanjang tahun 2022 sebesar Rp500 hingga 600 miliar, atau tumbuh 23 hingga 48 persen dibandingkan raihan laba bersih tahun 2021 yang tercatat sebesar Rp404,3 miliar.
Direktur Hillcon, Jaya Andika menjelaskan, untuk menopang target tersebut, perseroan menyiapkan belanja modal sebesar Rp700 miliar hingga Rp1 triliun.
“Belanja modal berasal dari dana IPO dan pinjaman perbankan,” kata dia di Jakarta, Rabu (15/6/2022).
Direktur Utama Hillcon, Hersan Qiu menjelaskan, perseroan berencana menggelar penawaran umum perdana (intial public of fering/IPO) kepada publik sebanyak 2.211.500.000 saham pada tanggal 14-18 Juli 2022 di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Jumlah saham yang ditawarkan mencapai 15 persen dari modal disetor Hillcon setelah IPO saham.
IPO ini didahului dengan penawaran awal pada tanggal 15-29 Juni 2022.
“Kami telah menunjuk PT BRI Danareksa Sekuritas, PT Sucor Sekuritas Indonesia dan PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia sebagai penjamin emisi bersama,” katanya.
Hersan mengemukakan, harga perdana Hillcon antara Rp250 - 400 per saham.
“Dari IPO saham, Perusahaan di bidang aktivitas holding, konsultasi manajemen serta jasa pertambangan dan konstruksi ini akan memperoleh tambahan modal maksimal Rp884,60 miliar," kata Hersan.
Menurut Hersan, sebesar 55 persen dana IPO saham akan digunakan untuk modal kerja PT Hillconjaya Sakti (HS).
Sisanya, sebanyak 45 persen akan digunakan untuk belanja modal, yaitu pembelian alat-alat guna mendukung kegiatan operasional HS.
Saham Hillcon bernominal Rp20 per unit ini akan dicatatkan dan mulai diperdagangkan di BEI pada 20 Juli 2022.
"Kami berharap, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat menerbitkan pernyataan efektif untuk IPO Hillcon ini pada 12 Juli 2022," katanya.
Lebih lanjut Hersan mengemukakan, Hillcon berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp1,983 triliun pada 2021, atau meningkat sebesar 94 persen, dari Rp1,022 triliun pada 2020.
Laba kotor Hillcon melesat 138,69 persen, dari Rp341,076 miliar pada 2020 menjadi Rp814,124 miliar pada 2021.
Marjin laba kotor juga naik, dari 33 persen menjadi 41 persen pada 2021.
Adapun Hillcon membukukan laba bersih Rp404,302 miliar pada 2021, melambung 365,48 persen, dari Rp86,856 miliar pada 2020.
"Majin laba bersih Perseroan tumbuh menjadi 20 persen pada 2021, dari 9 persen pada 2020," katanya.
Hersan menambahkan, rencana IPO Hillcon ini merupakan bagian dari upaya mengembangkan bisnis, menciptakan nilai yang optimal bagi perusahaan dan stakeholder serta demi mewujudkan ekosistem industri nikel indonesia dan global.
Hersan berharap, Hillcon mampu menarik investor untuk menginvestasikan dana di Indonesia demi memperkuat perekonomian nasional dan pembukaan lapangan kerja.
“Hillcon memiliki potensi pertumbuhan yang baik seiring dengan perkembangan teknologi. Semoga langkah ini memantapkan langkah Hillcon menjadi pemain industri nikel,” ungkap Hersan.
Kedepannya, lanjutnya, Hillcon memiliki ekosistem bisnis nikel yang lengkap. Ini seiring pertumbuhan penjualan mobil listrik dan peningkatan konsumsi nickel metal industri baterai.
Ekosistem ini didukung oleh produsen nikel dalam negeri.
“Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia,” katanya.
Hersan menjelaskan, penjualan industri mobil listrik tumbuh dua kali lipat pada 2021 atau mencapai 6,4 juta unit.
Pertumbuhan mobil listrik diperkirakan mencapai 38 juta unit pada 2030, atau sebesar 40% dari total penjualan mobil dunia.
Konsumsi mobil listrik yang pesat akan menjadi kunci pertumbuhan konsumsi nikel pada dekade ini.
Nikel dipakai oleh Baterai Mobil Listrik karena memberikan jarak tempuh yang panjang jika dibandingkan dengan baterai lain.
Menurut Hersan, investasi oleh Industri Baterai Mobil Listrik saat ini difokuskan pada baterai berbasis Nikel melalui perusahaan seperti CATL, LG Energy Solution, dan Tesla.
“Konsumsi nikel untuk Mobil Listrik diperkirakan mencapai 1,1 juta ton pada 2030 jika dibandingkan dengan 200 ribu ton pada 2022,” katanya.
Hersan menuturkan, konsumsi nikel dunia naik 17,2 persen pada 2021 menjadi 2,8 juta ton dibandingkan 2020 yang tumbuh hanya 0,6 persen.
Sebanyak 1,96 juta ton nickel metal (69 persen) dikomsumsi oleh Industri Baja Stainless.
Konsumsi nickel metal industri baterai naik 80 persen pada 2021 menjadi 360.000 ton, mayoritas datang dari industri mobil listrik.
Konsumsi nikel diperkirakan tumbuh hampir dua kali lipat menjadi 4,8 juta ton pada 2030 dibandingkan 2,8 juta ton pada 2021.
Hersan memperkirakan, konsumsi industri baja stainless akan tumbuh 38 persen pada 2030 menjadi 2,7 juta ton, dari 1,96 juta ton pada 2021.
Industri baterai, dipimpin oleh baterai mobil listrik, diperkirakan akan tumbuh empat kali lipat menjadi 1,4 juta ton pada 2030, dibandingkan 360 ribu ton pada 2021.
Indonesia sendiri, sebagai produsen nikel terbear dunia memiliki 950 ribu ton nickel metal pada 2021, atau sebesar 35 persen dari total produksi nikel dunia.
Indonesia juga memiliki cadangan terbukti nikel terbesar di dunia atau 22 persen cadangan terbukti nikel (21 juta ton nickel metal).
“Cadangan terkira sendiri menurut ESDM mencapai 41 juta ton nickel metal,” tutup Hersan.

