Tembakau Diusulkan Jadi Komoditas Prioritas Nasional

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id - Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) mengusulkan kepada pemerintah agar tembakau menjadi komoditas prioritas dan unggulan nasional.

Sebab, peran tembakau sangat strategis serta memberi kontribusi yang besar terhadap perekonomian negara.

Dalam keterangan tertulisnya pada Senin (4/4/2022), Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Budidoyo mengungkapkan, bahwa Industri Hasil Tembakau (IHT) memiliki multiplier effect yang luas melalui penyerapan tenaga kerja, penyediaan lapangan usaha dari hulu hingga hilir, sampai pemanfaatan bahan baku dalam negeri.

Kementerian Perindustrian mencatat, IHT kini telah menyerap 5,98 juta tenaga kerja.

Menurutnya, industri hasil tembakau juga menjadi penyumbang terbesar pendapatan negara.

Tercermin dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau cukai rokok yang menyumbang sebesar Rp 188 triliun ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun 2021.

Jumlah ini melampaui target penerimaan CHT sebesar Rp 173,3 triliun pada tahun 2021.

Adapun penerimaan CHT sudah mencapai Rp 56,84 triliun per Maret 2022. Angka ini sudah 26,5 persen dari target penerimaan di APBN 2022.

“Mestinya komoditas ini menjadi komoditas prioritas, menjadi komoditas unggulan karena harusnya bangga tembakau memberikan sumbangsih yang besar. Saya meminta Kementerian terkait khususnya Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian menggelorakan kontribusi yang besar ini,” ujar Budidoyo.

Dia pun berharap, agar pemerintah dapat berpihak terhadap komoditas tembakau dengan menciptakan regulasi yang mendorong pertumbuhan IHT secara menyeluruh.

Sebab menurutnya, IHT merupakan satu ekosistem industri yang memiliki ketergantungan antarlininya.

Kebijakan yang merugikan komoditas tembakau akan menghambat ruang gerak seluruh lini pada ekosistem IHT.

Menurut Budidoyo, kebijakan yang merugikan komoditas tembakau akan menghambat ruang gerak seluruh lini pada ekosistem IHT.

Dia pun mencontohkan kebijakan terkait cukai hasil tembakau (CHT) yang dinilai akan mempengaruhi kondisi petani tembakau.

Kenaikan CHT ini, kata Budidoyo, akan mendorong para pabrikan rokok mengurangi produksi sehingga serapan panen tembakau petani juga akan berkurang.

"Sumbangan dari tembakau besar, namun perhatiannya kurang. Kami tetap diminta memiliki kontribusi besar, namun ruang gerak kami dibatasi. IHT merupakan satu kesatuan mata rantai. Jadi, ketika ada kebijakan baik di hulu maupun di hilir, maka ini akan berimbas ke seluruh ekosistem industri. Kontribusi yang besar tidak seimbang dengan perlakuan terhadap IHT. Saya mendukung 100 persen ketika Kementan khususnya Dirjen Perkebunan mau membangkitkan kedahsyatan tembakau," bebernya.

Sementara itu, Direktur Semusim dan Rempah Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), Ardi Praptono menjelaskan, petani tembakau memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap IHT, karena 95 persen hasil panen tembakau diserap IHT.

Untuk itu, katanya, perlu dukungan dari seluruh pemangku kepentingan untuk berperan aktif dalam melestarikan komoditas tembakau.

“Kami akan mulai membangun dan mengembangkan komoditas tembakau. Peran komoditas tembakau perlu dipertahankan dengan dukungan dan kebijakan guna meningkatkan produksi dan mutu tembakau sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani dan juga negara,” ujar Ardi.

Lebih lanjut Ardi mengatakan, bahwa Kementan akan melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas komoditas tembakau.

Salah satunya melalui Program Peningkatan Kualitas Bahan Baku dan Pengembangan Diversifikasi Tanaman sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Nomor 74/LB.030/3/01/2022.

Program ini terdiri dari beberapa kegiatan seperti pelatihan budidaya tembakau, pengembangan pola kemitraan, penanganan panen dan pasca panen, serta penerapan inovasi teknis.

Dia pun menambahkan bahwa program pengembangan komoditas ini juga didukung dengan pendanaan dari cukai hasil tembakau.

Adapun sebesar 50 persen Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, di mana 20 persen dari alokasi tersebut digunakan untuk peningkatan kualitas bahan baku, program pembinaan industri, dan pembinaan lingkungan sosial.

“Harapannya setelah diskusi ini mudah-mudahan bisa memberikan fokus pada tembakau lokal dan bisa meningkatkan kualitas baik produksi maupun produktivitas. Saya berharap semua pemangku kepentingan diharapkan berperan aktif dalam melestarikan lahan tembakau demikian juga kelestarian lingkungan sekitar,” pungkasnya.