Emiten Wajib Cantumkan Dalam Anggaran Dasar Jika Terapkan Hak Suara Multiple 

foto : dok. BEI

Pasardana.id - Bursa Efek Indonesia (BEI) mengingatkan calon emiten yang ingin menerapkan hak suara multiple atau Multi Voting Share untuk mencantumkan ketentuan itu dalam anggaran dasar perusahaan terbukanya.

Hal itu menjadi salah satu syarat penerapan Hak Suara Multiple dalam pemungutan suara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) emiten.

Demikian tercantum dalam klausul rancangan Penerapan Klasifikasi Saham dengan Hak Suara Multipel oleh Emiten Dengan Inovasi dan Tingkat Pertumbuhan Tinggi Yang melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas.

Menurut Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, Rancangan POJK tersebut sudah dalam tahap finalisasi oleh pihak OJK.

“Tentunya akan terbit dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, setelah mendapat masukan dari pemangku kepentingan,” kata dia dalam paparan media secara daring, Selasa (29/6/2021).

Namun dia mengingatkan, penerapan Hak Suara Multiple hanya pilihan bagi emiten padat teknologi. Sehingga perusahaan padat teknologi bisa menggunakan pilihan itu atau menggunakan hak suara biasa.

“Jika yang memilih penerapannya, wajib mencantumkan Hak Suara Multiple dalam anggaran dasarnya dulu,” kata dia.

Untuk diketahui, dalam rancangan beleid itu juga mengatur batasan minimal  aset, yakni harus lebih dari Rp2 triliun. Kemudian, harus telah beroperasi paling singkat 3 tahun, laju pertumbuhan majemuk tahunan dari total aset selama 3  tahun terakhir paling sedikit 35 persen, dan laju pertumbuhan majemuk tahunan dari pendapatan selama 3  tahun terakhir minimal 30 persen.

Dalam rancangan tersebut juga dijelaskan, jika memenuhi syarat itu, perusahan wajib mencantumkan nama-nama pemegang saham yang memiliki hak suara multipel dalam propektus IPO.

Namun, OJK membatasi hak suara multipel itu hanya berlaku paling lama 10 tahun sejak IPO. Tapi, si pemegang suara dapat mengalihkan atau menjual saham dengan hak suara multipel setelah dua tahun sejak IPO.

Pada sisi lain, OJK membatasi kepemilikan pemegang saham itu hanya sampai 47,3 persen dari modal ditempatkan dan disetor. Jika lebih, maka saham itu dianggap saham biasa.