Emiten Laba Tapi Tak Bagi Dividen Dipandang Remehkan Investor Ritel
Pasardana.id - Beberapa emiten telah merampungkan hajatan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST).
Bagi Emiten yang meraih laba tahun 2020, sebagian ada yang memutuskan membagikan dividen, tapi banyak juga yang tidak membagikan dividen.
Jika emiten yang tidak membagikan dividen, padahal emiten itu memiliki arus kas yang kuat, maka dipandang tidak memperhatikan kepentingan investor ritel.
Demikian disampaikan Mantan Direktur Utama Bursa Efek Jakarta, Hasan Zein dalam media sosialnya, Kamis (29/4/2021).
“Bagi saya, perusahaan yang memiliki laba memadai dan arus kas yang mendukung, tapi tidak bayar dividen, merupakan bentuk lain dari pelecehan (pada) pemegang saham ritel (publik),” tulis dia.
Ia beralasan, emiten tersebut tetap seperti perusahaan keluarga. Apalagi saham beredar di publik hanya ala kadarnya. Sehingga pemegang saham pengendali sangat dominan. Dengan demikian, penentuan jabatan Komisaris dan Direksi hingga ke anak usaha hanya akan di isi oleh keluarganya,
Dengan kondisi seperti itu, kata dia, lingkungan dekat pemegang saham pengendali telah mendapat gaji, honorarium, tunjangan dan fasilitas.
“Lihatlah pos biaya administrasi dan umum yang naik tajam tiap tahun. Mereka yang memutuskan gaji Direksi, honorarium Komisaris, tunjangan, bonus, tantiem dan segala macam fasilitas lain,” jelas dia.
Selain itu, perusahaan dengan tata kelola seperti itu akan berpotensi melakukan transaksi transfer pricing.
“Manajemen fee dari transaksi dengan sister company, bahkan peluang transfer pricing yang terbuka lebar.
Setelah itu, sisa pendapatan yang sudah terkuras dan yang tersisa hanya tinggal remah-remahnya saja yang menjadi perhitungan laba rugi.
“Itu pun tidak hendak mereka bagi dengan pemegang saham publik. Masih mau berkhotbah tentang milik bersama?” ujar dia.
Lebih buruk lagi, jika emiten itu terlambat menyampaikan laporan keuangan. Padahal tidak ada alasan menyampaikan laporan keuangan dalam rentang tiga bulan sejak periode tahun buku berakhir.
“Ada yang berargumentasi bahwa keterlambatan itu karena perlu penyesuaian dengan SAK (Standar Akuntansi Keuangan) yang baru. Argumentasi omong kosong! Sektor yang paling banyak terpengaruh oleh berbagai SAK baru adalah sektor perbankan. Namun emiten di sektor ini merupakan emiten yang melaporkan laporan keuangan dan laporan tahunan paling dini setiap tahun,“ papar dia.
Lebih lanjut Hasan Zein juga menapik alasan tentang lebarnya rentang kontrol, karena struktur organisasi yang gemuk, jumlah anak, cucu dan cicit perusahaan yang banyak.
Pasalnya, banyak emiten kakap menyampaikan laporan keuangan tepat waktu.
“Sekedar ilustrasi, coba hitung berapa banyak anak, cucu dan cicit perusahaan Grup Astra (IDX: ASII). Apakah mereka pernah terlambat menyampaikan informasi publik?” ulas dia.
Sayangnya, dia melihat peran regulator sebagai wasit pasar modal dalam hal ini justru lebih memandang keberadaan pemegang saham pengendali ketimbang investor ritel.

