Pembangkit Listrik di Jawa Tahun Ini Bertambah Jadi 3.000 MW

Foto : istimewa
Foto : istimewa

Pasardana.id - Pemerintah tahun ini akan melakukan penambahan pembangkit listrik di Jawa, Madura dan Bali sekitar 2.500 - 3.000 mega watt (MW).

Direktur Regional PT PLN Bagian Jawa Madura dan Bali, Haryanto WS menjelaskan, bahwa saat ini kapasitas pembangkit yang beroperasi di Jamali sebesar 40,1 ribu MW.

Tahun ini, rencananya akan ada tambahan kapasitas lagi dari pembangkit yang baru beroperasi sekitar 2.500 sampai 3.000 MW.

"Tahun ini akan ada tambahan kapasitas 2.500 - 3.000 MW. Kemampuan suplai pembangkit ini sangat cukup. Ini bisa menjadi modal untuk melayani kebutuhan jamali," ujar Haryanto dalam webinar, Selasa (23/2/2021).

Menurutnya, pada tahun ini akan bertambah 2.000 MW dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa-7 Unit 2. Penambahan lain juga berasal dari PLTU Tanjung Jati unit 5, dan beberapa pembangkit yang dibangun PLN tidak kurang dari 1.000 MW.

Lebih lanjut Haryanto menjelaskan, dengan adanya tambahan pembangkit ini, sebenarnya jika dikaitkan dengan konsumsi per kapita di Jamali, maka pasokan listrik akan menjadi surplus. Padahal di tengah pandemi perbaikan konsumsi listrik juga belum membaik.

Apalagi, kata Haryanto, tahun depan PLN juga akan bertambah pasokan listriknya dari beberapa IPP yang memang mulai beroperasi seperti PLTU Batang.

Tambahan kapasitas listrik di tahun depan bahkan bisa mencapai 4.000 sampai 5.000 MW.

"Ini akan cenderung oversupply. Nah, PR kita hari ini adalah bagaimana kita bisa memperbaiki demand bahkan untuk meningkatkan demand," ujar Haryanto.

Namun, lanjutnya, jumlah pelanggan PLN di Jamali menguasai sekitar 70% dari total pelanggan se-Indonesia, terdiri dari pelanggan tegangan rendah (TR) 61%, tegangan menengah (TM) 32%, dan tegangan tinggi (TT) 7%.

"Jadi, kontribusi Jamali 70% dari total size nasional. Ini cukup besar peranan di dalam PLN," tuturnya.

Meski demikian, diakui Haryanto, konsumsi listrik nasional 70 persen disumbang dari konsumsi listrik di Jawa Madura dan Bali. Namun, jika melihat struktur konsumen listrik 61 persen konsumen di Jamali merupakan konsumen rumah tangga dan bahkan konsumen subsidi.

"Nah, ini yang juga menjadi masalah. Karena berharap pertumbuhan konsumsi dari pelanggan rumah tangga tidak akan signifikan jika dibandingkan pertumbuhan konsumsi di sektor industri dan bisnis," ujar Haryanto.

Ia merinci untuk pelanggan rumah tangga saja 32 persen merupakan pelanggan yang memakai tengangan menengah, sedangkan 7 persen memakai tegangan tinggi.

"Ini komposisi yang memang berbeda dengan pelanggan di daerah lain," pukas Haryanto.