Menko Luhut Ingin Indonesia Bisa Produksi Mobil Listrik Sendiri
Pasardana.id - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa Indonesia harus benar-benar bisa memanfaatkan hilirisasi nikel.
Hal tersebut dilakukan agar Indonesia bisa memproduksi mobil listrik.
Luhut mengungkapkan keinginannya agar Indonesia lebih mandiri. Dikatakan Luhut, bahwa kandungan nikel bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Sayangnya, Indonesia yang dilimpahi nikel malah mengimpor nikel dari negara lain.
"Ini (mandiri) yang kita mau. Kita buat di sini apalagi? Mobil listrik ke depan," kata Luhut dalam sebuah program Economic Challenges bertajuk ‘Hilirisasi Menggaet Investasi,’ di salah satu stasiun televisi nasional pada Senin, (27/7/2020).
Mantan anggota Kopassus itu percaya, bahwa hal tersebut sangat mungkin dilakukan. Sebab, Indonesia memiliki hampir 80 persen komponen mobil listrik.
"Mesin dari listrik, baterai punya, alumunium punya, ban karet punya. Kita bisa buat sederhana. Ini akan mengubah Indonesia ke depan," tegas dia.
Hal itu, kata Luhut, hanya bisa dicapai dengan pengelolaan tambang yang benar. Mulai dari bauksit, nikel, hingga tembaga. "Kalau dikelola dengan benar turunannya, kita akan jadi negara industri," ujar Luhut.
Sebelumnya, Luhut mengatakan, bahwa hilirisasi nikel yang tengah dilakukan pemerintah bisa menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dunia baterai lithium dan mobil listrik.
Menurut Luhut, Indonesia memiliki cadangan bijih nikel terbesar dan terbaik kualitasnya di dunia. Industri hilirisasi akan terus didorong karena potensinya sangat besar dalam membantu perekonomian nasional ke depan.
Indonesia, kata Luhut, akan mendorong terus pengembangan baterai litium untuk kendaraan listrik. Pasalnya, pada 2030 nanti, Eropa akan mewajibkan semua kendaraan berbasis listrik.
Selain berujung pada baterai litium, hilirisasi nikel saat ini telah memberikan nilai tambah hingga 10,2 kali lipat. Dalam catatan Luhut, ekspor bijih nikel pada 2018 sebanyak 19,25 juta ton mencapai nilai USD612 juta.
Namun, setelah diproses menjadi stainless steel slab, ekspor produk hilirisasi tersebut sebanyak 3,85 juta ton menghasilkan USD6,24 miliar.

