DPR Desak Pertamina Segera Cari Mitra Bangun Proyek Kilang Minyak

foto : ilustrasi (ist)
foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id - Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta PT Pertamina fokus melakukan pembangunan kilang minyak di Indonesia.

Hal tersebut, salah satunya dengan mencari mitra kerja yang bisa mendukung pengadaan kilang.

Anggota DPR, Karyada Warnika mengatakan, selama ini pemerintah mencari dana pembangunan kilang. Kemudian Pertamina sebagai badan usaha yang ditugaskan, diminta mencari kontraktor untuk menggarapnya.

"Sehingga jokes-nya Pertamina itu tukang jahit, mesin jahitnya punya pemerintah," ujar Kardaya dalam rapat kerja, Rabu (1/7/2020).

Kardaya mengatakan, fokus pada pembangunan kilang tidak kalah penting dengan proyek pembangunan infrastruktur andalan Presiden Jokowi.

"Ini (kilang) tentu tidak kalah penting untuk diutamakan," jelasnya.

Sementara itu, dalam rapat bersama, Wakil Ketua Komisi VII, Alex Noerdin membacakan kesimpulan rapat. Di antaranya; DPR mendesak Direktur Utama PT Pertamina (Persero) untuk dapat menyampaikan detil progres dan skema pembiayaan seluruh Megaproyek Kilang Minyak dan Petrokimia dan disampaikan tertulis secara berkala dan transparan kepada Pimpinan dan Anggota Komisi VII DPR RI.

"Komisi VII DPR RI mendesak Direktur Utama PT Pertamina (Persero) untuk melakukan langkah-langkah terobosan dalam mencari mitra kerja baru yang lebih baik untuk mendukung seluruh Megaproyek Kilang Minyak dan Petrokimia demi Ketahanan Energi Nasional," jelasnya.

Ketiga, komisi VII DPR RI sepakat dengan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) untuk melanjutkan Rapat Dengar Pendapat pada Masa Sidang selanjutnya untuk membahas agenda lainnya, yaitu Program BBM Ramah Lingkungan, progres kegiatan pengadaan minyak melalui ISC, update Petral dan progres Digitalisasi SPBU.

Keempat, Komisi VII DPR RI sepakat dengan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) untuk menyusun roadmap pengembangn mini refinery dan melanjutkan pembangunan mini depot untuk wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).

Sebelumya, dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati menjelaskan bahwa Saudi Aramco memutuskan mundur dari proyek Kilang Cilacap pada akhir April 2020. Mundurnya BUMN perminyakan asal Arab Saudi tersebut karena tidak cocok dengan angka valuasi dalam proyek ini.

"Kami sudah putus hubungan per akhir April sebab perbedaan valuasi USD 1,1 miliar, jadi kami sudahi. Tapi kami tetap jalan (proyek ini), kami akan cari partner. Ini kan sifatnya mandatori, kalau nunggu, enggak ramah. Jadi kami jalan terus," kata Nicke menjawab pertanyaan salah satu anggota DPR.

Nicke melanjutkan, meski Saudi Aramco batal kerja sama, Pertamina tetap melanjutkan proyek ini sambil menunggu mitra baru dengan membebaskan masalah lahan. Menurutnya, semua lahan yang dibutuhkan sudah siap.

Rencananya, Kilang Cilacap bakal menghasilkan produk biorefinery setara euro 5. 

Ditambahkan, sambil mencari mitra baru, Pertamina akan melakukan beberapa langkah mulai dari mempersiapkan skema bisnis hingga melakukan percepatan beberapa proyek terkait biorefinery sebagai bagian dari modifikasi kilang.

"Mungkin 2022 sudah bisa beroperasi biorefinery skala kecil di sana. Lalu perbaikan kualitas untuk penuhi standar euro 5 sambil kita cari strategic partner," kata Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina, Ignatius Tallulembang awal Juni lalu.

RDMP Cilacap ditargetkan selesai pada 2022. Modifikasi ini akan menambah kapasitas kilang Cilacap dari saat ini 348 ribu barel per hari (bph) menjadi 400 ribu bph. Bukan hanya itu, kompleksitasnya akan ditingkatkan, menjadi jauh lebih modern. Nelson Complexity Index yang sekarang 4 bakal menjadi 9,4.

Dengan kenaikan kapasitas dan kompleksitas, produksi bensin (gasoline) Kilang Cilacap akan bertambah 80 ribu bph, produksi solar meningkat 60 ribu bph, dan avtur bertambah 40 ribu bph.