RUPO Setujui Tata Ulang Pembayaran Obligasi, MDLN Masih Miliki Peluang

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id - Belakangan ini beberapa emiten properti mengalami gangguan kesulitan arus kas, sehingga kewajiban pembayaran bunga,  pokok surat utang atau pun kewajiban kepada perbankan terhambat.

Menurut Direktur PT Anugerah Mega Investama, Hans Kwee bahwa industri properti tidak jauh berbeda dengan industri lainnya yang tengah terdampak pandemi Covid-19 dalam tiga bulan belakangan ini.

“Mereka (industri Properti) kena force major yang disebabkan oleh Covid-19, sehingga arus kasnya terganggu,” kata dia kepada awak media, Kamis (16/7/2020).

Ia menilai, beberapa emiten properti yang gagal bayar utang lebih disebabkan melemahnya penjualan properti dalam masa pandemik Covid-19. Sebab, konsumen akan menahan untuk melakukan pembelian properti, mobil dan perhiasan.

“Kami lihat bukan karena mis-manajemen tapi lebih karena pandemik Covid-19,” kata dia.

Lebih lanjut Hans menjelaskan, bahwa industri properti memiliki siklus tersendiri. Sebelumnya, industri properti telah mencapai puncak permintaan dan penjualan pada tahun 2013 dan kemudian mulai melandai pada tahun 2015.

“Setelah itu, industri properti turun. Tapi pada akhir 2019, permintaan sudah mulai naik lagi sampai awal 2020, tapi terhantam badai Covid-19,” jelas dia.

Ia memperkirakan, industri properti akan kembali bangkit pada tahun 2021 dan akan mencapai puncaknya pada tahun 2024.

“Karena itu memang perlu bersabar, sebab panennya itu tahun 2024,” kata dia.

Secara umum, Hans menilai, emiten-emiten properti yang tercatat di BEI cukup memiliki fundamental yang kuat.

“Karena emiten properti itu aset tetapnya (persedian lahan) jauh lebih besar ketimbang utangnya. Misalnya; BSDE, ASRI, SMRA, dan termasuk MDLN,” ujar dia.

Misalnya, MDLN, berdasarkan laporan keuangan kuartal I 2020 memiliki aset tetap berupa tanah dalam pengembangan senilai Rp5,6 triliun, sementara utang obligasi dan bank yang akan jatuh tempo senilai Rp203,1 miliar.

“MDLN masih punya prospek, karena debt to equty ratio-nya masih 1,41 kali,” kata dia.

Sementara bagi pemegang surat utang emiten properti, dia menyarankan, tentunya harus bijak menyikapi kondisi saat ini.

Terlebih, dalam Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) MDLN Tahap I Tahun 2015 Seri B telah menyetujui perubahan tingkat bunga, perubahan jadwal periode pembayaran obligasi, perubahan tanggal pelunasan pokok, penambahan jaminan, penambahan ketentuan pembayaran dipercepat oleh emiten.

Lebih jauh, dia mengatakan, dengan persediaan lahan tersebut, akan lebih bernilai ekonomi di tangan emiten properti ketimbang disita oleh pemegang surat utang.

“Nilai tanah ditangan emiten properti harganya lebih tinggi ketimbang dijual oleh pemegang surat utang, apalagi kondisi saat ini akan sulit mencari pembelinya,” jelas dia.