Tahun Depan Tarif Cukai Rokok Naik, Harga Makin Mahal
Pasardana.id - Pemerintah melalui Menteri Keuangan, Sri Mulyani telah mengumumkan kenaikan tarif cukai rokok sebesar 12,5 persen pada tahun 2021 mendatang.
Kenaikan ini akan mulai diberlakukan tepatnya per 1 Februari 2021 dan diharapkan dapat menambah penerimaan APBN 2021.
Adapun kenaikan ini terdiri atas industri yang memproduksi sigaret putih mesin (SPM) golongan I sebesar 18,4 persen, sigaret putih mesin golongan II A sebesar 16,5 persen, dan sigaret putih mesin IIB sebesar 18,1 persen.
Kemudian sigaret kretek mesin (SKM) golongan I sebesar 16,9 persen, sigaret kretek mesin II A sebesar 13,8 persen, dan sigaret kretek mesin II B sebesar 15,4 persen.
Sementara itu, tidak ada kenaikan tarif cukai untuk segmen sigaret kretek tangan (SKT).
"Kita akan menaikkan cukai rokok dalam hal ini sebesar 12,5 persen," ujar Sri Mulyani dalam pernyataan resminya yang dilansir Minggu (27/12/2020).
Dijelaskan, Kemenkeu akan memberi kesempatan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai DJBC untuk menyiapkan pita cukai serta melakukan sosialisasi kepada industri.
“Jajaran Bea Cukai akan membentuk satuan tugas untuk melayani terkait dengan penerbitan dan penetapan pita cukai dengan tarif baru ini,” kata dia.
Adapun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menjadi landasan hukum dari kebijakan tersebut masih dalam proses harmonisasi.
Sri Mulyani mengatakan, PMK soal tarif baru cukai bakal dikeluarkan dalam waktu dekat.
“Direktorat Jenderal Bea Cukai akan memastikan proses transisi dari kebijakan hasil tembakau baru ini dapat berjalan tanpa hambatan. Dan pada kesempatan ini tentu saya minta seluruh jajaran melakukan sosialisasi terkait berbagai aturan akibat kenaikan cukai hasil tembakau,” jelasnya.
Untuk diketahui, pembahasan kebijakan terkait cukai hasil tembakau tahun ini cukup alot. Pengumuman kenaikan tarif cukai yang mestinya dilakukan di akhir Oktober 2020 pun molor hingga awal Desember 2020 ini.
Menurut Sri Mulyani, hal itu terjadi lantaran kebijakan tersebut digodok dalam suasana pandemi Covid-19. Sehingga pemerintah perlu untuk menyeimbangkan aspek unsur kesehatan dengan sisi perekonomian, yakni kelompok terdampak pandemi seperti pekerja dan petani.
"Sehingga dalam hal ini, kita mencoba menyeimbangkan aspek unsur kesehatan di saat yang sama mempertimbangkan kondisi perekonomian umum, yang terdampak Covid-19 terutama kelompok pekerja dan petani," ujar Sri Mulyani.
Lebih lanjut Sri Mulyani juga menyampaikan perlunya mewaspadai peredaran rokok ilegal yang berisiko meningkat akibat kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok.
Bendahara Negara itu pun meminta agar Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) meningkatkan tindakan preventif dan represif untuk menindak peredaran rokok ilegal di dalam negeri.
"Saya akan tetap meminta teman di jajaran DJBC, dengan kenaikan CHT ini tetap meningkatkan kewaspadaannya. Tetap dilakukan tindakan preventif dan represif seperti yang sudah selama ini dilihat," pungkasnya.

