Menlu Retno Kembali Desak Uni Eropa Agar Berlaku Adil Atas Minyak Sawit Indonesia

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id - Menteri Luar Negeri RI, Retno Lestari Priansari Marsudi memberi pesan khusus ke Uni Eropa (UE) dalam Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN dan Uni Eropa ke-23.

Ia mendesak UE untuk memperlakukan minyak kelapa sawit secara adil dan wajar.

"(Ini) ada permintaan yang wajar. Indonesia tidak mengorbankan kelestarian lingkungan hanya untuk mengejar pembangunan ekonomi," ujar Retno dalam keterangannya, Selasa (01/2/2020).

Permintaan Retno ini, menindaklanjuti aturan pelaksanaan (delegated act) atas Renewable Energy Directive (RED II) yang sempat diloloskan Komisi UE pada Maret 2019 lalu.

Dalam dokumen tersebut, Komisi UE menyimpulkan, kelapa sawit mengakibatkan deforestasi besar-besaran secara global dan berencana menghapus secara bertahap penggunaan kelapa sawit hingga 0% pada tahun 2030.

Maka, dalam meningkatkan dan menjembatani kebijakan yang lebih baik terhadap industri kelapa sawit yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, disepakati dibentuk Joint Working Group (JWG) yang membahas minyak nabati dalam konteks berimbang dengan kelapa sawit.

"Saya menyambut baik rencana penyelenggaraan pertemuan pertama JWG tersebut pada bulan Januari 2021," ujar Retno.

Dijelaskannya, jika dibandingkan dengan minyak nabati lainnya yang menggunakan lahan sebesar 278 juta hektare, kelapa sawit hanya menggunakan 17 juta hektare. Penggunaan lahan kelapa sawit memiliki hasil yang efektif dibandingkan minyak nabati lainnya.

Lebih lanjut Menlu Retno menyampaikan, Asia Tenggara merupakan penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia dengan menyumbang 89% produksi dunia.

Minyak kelapa sawit memegang peran penting dalam meraih Target Pembangunan Berkelanjutan/SDGs. Industri ini telah menyediakan 26 lapangan pekerjaan di kawasan.

Lebih dari 40% perkebunan sawit dikelola oleh petani kecil di ASEAN.

Di Indonesia sendiri, industri ini telah menekan angka kemiskinan sebesar 10 juta dan berkontribusi pada devisa sebesar US$ 23 miliar atau sekitar Rp 326,2 triliun (asumsi Rp 14.186/US$) pada tahun 2019.

Adapun Indonesia menekankan bahwa pemulihan ekonomi pasca pandemi, dalam konteks perlindungan lingkungan hidup, menjadi kepentingan dan komitmen bersama.

Minyak sawit yang ramah lingkungan adalah bagian komitmen Indonesia, dan Uni Eropa perlu menerapkan prinsip keadilan dalam isu ini.   

Karena itu, Indonesia menekankan bahwa kemitraan ASEAN dan EU ke depan perlu terus menjunjung prinsip saling menguntungkan bagi kedua kawasan. Termasuk, setara dan non diskriminatif untuk dapat membangun peningkatan kemitraan ASEAN dengan UE yang strategis.

Di ASEAN, komoditas ini mendukung pencapaian target pembangunan berkelanjutan yang mendorong lapangan pekerjaan bagi 26 juta orang dengan 40% perkebunan sawit dikelola oleh petani kecil.

Industri sawit sendiri bernilai US$ 19 miliar (Rp 269 triliun).

Pertemuan yang dihadiri 10 menlu ASEAN dan 23 menlu dari negara-negara Uni Eropa juga menegaskan komitmen bersama untuk mendorong prinsip multilateralisme dalam pengadaan vaksin, peningkatan perdagangan kedua kawasan, pemulihan ekonomi dan perlindungan lingkungan hidup.

Mereka juga membahas berbagai tindak lanjut dari pending issues dalam kemitraan, antara lain; finalisasi pembahasan menuju negosiasi FTA, finalisasi Comprehensive Air Transport Agreement (CATA), dan implementasi dari Plan of Action 2018-2022, serta implementasi Joint Statement on Connectivity.

Menurut laporan Kementerian Luar Negeri RI, hasil dari pertemuan ini mencakup kesepakatan kedua pihak untuk meningkatkan kemitraan ASEAN - Uni Eropa menjadi kemitraan strategis, dalam rangka peningkatan hubungan dan kerja sama di berbagai bidang.

Pertemuan ini juga menghasilkan dua outcome document, yaitu ASEAN - EU Joint Ministerial Statement on Connectivity, serta Co-Chair's press release.

"Saya menyambut baik rencana penyelenggaraan pertemuan pertama JWG tersebut pada bulan Januari 2021," ujar Menlu Retno.