Butuh Dana Rp80 Miliar, ARTA Kaji Right Issue

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id - PT Arthavest Tbk (ARTA) dalam dua tahun mendatang membutuhkan dana minimal Rp80 miliar untuk mendapatkan ijin sebagai penyedia jalur komunikasi digital keuangan atau switching dan ijin penyedia jasa tanda tangan digital atau digital signature.

Presiden Direktur ARTA, Yeremy Vincentius merinci, anak usahanya yakni PT Sentral Pembayaran Indonesia sedang mengajukan ijin sebagai penyedia jasa swicthing  pada Bank Indonesia.

“Untuk mengantungi ijin itu, perusahaan pengaju harus memiliki minimal modal disetor Rp50 miliar,” kata Vincentius di gedung Bursa Efek Indonesia, Rabu (9/1/2019).

Ia menambahkan, kepemilikan perseroan pada anak usaha tersebut sebesar 52%, sehingga modal yang disetor minimal 52% dari jumlah tersebut.

“Sumber dananya mungkin dari laba ditahan anak usaha ARTA yang bergerak dibidang perhotelan yakni Redtop yang biasa menyumbang Rp20 miliar pertahun,” kata dia.

Bersamaan dengan itu, lanjut dia, perseroan tengah mengembangkan lini usaha penyedia jasa digital signature melalui anak usaha PT Sentral Pembayaran Indonesia, yakni PT Solusi Net Internusa.

“Untuk mengantungi ijin penyedia jasa digital signature, diwajibkan regulator untuk memiliki minimal modal Rp30 miliar,” kata dia.

Dengan demikian, jelas dia, kebutuhkan pengembangan dua perusahaan yang bergerak dibidang jasa keuangan digital tersebut sebesar Rp80 miliar dalam dua hingga tiga tahun kedepan.

“Jadi kebutuhan dana tersebut bisa dari dividen Redtop dan right issue,” kata dia.

Dengan pengembangan dua perusahaan itu, Vincetius berharap dalam tiga hingga empat tahun mendatang dapat menyumbang pendapatan hingga 50% dari total pendapatan.  

“Tahun ini dari dua anak usaha digital belum menghasilkan, baru tahun 2020 menyumbang pendapatan dan tahun berikutnya akan cukup signifikan,” kata dia.