Volume SUN Diperdagangan Rabu Kemarin Senilai Rp21,97 Triliun dari 36 Seri

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Analis fixed income MNC Securities, I Made Adi Saputra dalam riset yang dirilis Kamis (31/1/2019) menyebutkan, volume Surat Utang Negara (SUN) yang dilaporkan pada perdagangan Rabu (30/1), masih cukup besar, yakni tercatat senilai Rp21,97 triliun dari 36 seri Surat Utang Negara yang diperdagangkan.

Adapun volume perdagangan terbesar didapati pada Surat Utang Negara seri FR0059 senilai Rp4,005 triliun dari 63 kali transaksi dan diikuti oleh perdagangan Surat Utang Negara seri FR0069 dan FR0077 masing-masing senilai Rp3,682 sebanyak 29 kali transaksi dan Rp3,617 triliun dari 52 kali transaksi.

Sedangkan untuk Sukuk Negara perdagangan terbesar didapati dari Project Based Sukuk seri PBS013 senilai Rp324,00 miliar dari 6 kali transaksi dan diikuti oleh perdagangan Sukuk Negara Ritel seri SR008 dengan nilai Rp311,31 miliar sebanyak 11 kali transaksi.

Sementara itu, dari perdagangan surat utang korporasi, volume yang dilaporkan senilai Rp1,38 triliun dari 44 seri, dengan volume perdagangan terbesar didapati pada seri Obligasi Berkelanjutan III Astra Sedaya Finance Tahap III Tahun 2017 Seri B (ASDF03BCN3) dengan nilai Rp180,00 miliar dari 4 kali transaksi dan diikuti oleh perdagangan Obligasi Berkelanjutan II Bank Sulselbar Tahap I Tahun 2018 (BSSB02ACN1) senilai Rp132,00 miliar dari 11 kali transaksi.

Adapun untuk volume obligasi korporasi sebesar Rp130,00 miliar untuk 2 kali transaksi didapati pada Obligasi Berkelanjutan II Indosat Tahap III Tahun 2018 Seri A  (ISAT02ACN3).

Selanjutnya Obligasi Berkelanjutan II FIF Tahap III Tahun 2016 Seri B (FIFA02BCN3) didapati volume senilai Rp96,00 miliar dari 2 kali transaksi.

Sementara itu, nilai tukar Rupiah pada perdagangan hari Rabu, 30 Januari 2019 ditutup melemah sebesar 37 pts (-0,26%) pada level Rp14131,00 per Dollar Amerika.

Adapun nilai tukar Rupiah sempat menguat di awal sesi perdagangan namun dipertengahan hingga akhir sesi perdagangan nilai tukar Rupiah mengalami pelemahan terhadap Dollar Amerika, bergerak pada kisaran 14087,50 hingga 14131,00  per Dollar Amerika.

Pelemahan nilai tukar Rupiah ini terjadi ditengah penguatan sebagian besar nilai mata uang regional.

Mata uang Baht Thailand (THB) dan mata uang Renminbi China (CNY) merupakan mata uang yang mengalami penguatan tertinggi, masing—masing sebesar 0,42% dan 0,27% kemudian diiringi oleh penguatan mata uang Peso Filipina (PHP) sebesar 0,15%.

Selanjutnya, mata uang Ringgit Malaysia (MYR) dan mata uang Dollar Taiwan (TWD) juga mengalami penguatan mata uang regional masing-masing sebesar 0,13% dan 0,12%.

Adapun untuk pelemahan mata uang regional terbesar terjadi pada mata uang Rupiah Indonesia (IDR) sebesar 0,25% kemudian diiringi dengan pelemahan mata uang Rupee India (INR) sebesar 0,02%.

Adapun untuk mata uang Yen Jepang (JPY) dan Won Korea Selatan (KRW) tidak mengalami perubahan nilai tukar terhadap Dollar Amerika.

Sementara itu, imbal hasil US Treasury bertenor 10 tahun ditutup dengan kondisi mengalami pelemahan sebesar 119 bps berada pada level 2,68%, seiring dengan penurunan yang terjadi pada imbal hasil US Treasury dengan tenor 30 tahun yang ditutup melemah di level 3,03%.

Namun, pergerakan pasar saham Amerika Serikat mengalami arah perubahan yang positif dimana indeks saham utamanya mengalami penguatan.

Indeks DJIA menguat sebesar 177 bps di level 25014,86 dan indeks NASDAQ juga ditutup dengan kondisi mengalami penguatan sebesar 220 bps di level 7183,08.

Adapun untuk imbal hasil surat utang Inggris (GILT) bertenor 10 tahun mengalami penguatan terbatas sehingga berada pada level 1,258%.

Sedangkan, untuk surat utang Jerman bertenor 10 tahun mengalami arah pergerakan yang terkoreksi pada level 0,185%.