ANALIS MARKET : Beberapa Faktor Layak Dicermati Pelaku Pasar di Bulan Desember Ini. Apa Saja?

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Memasuki bulan terakhir di 2018, beberapa factor layak dicermati pelaku pasar. Riset bulanan Kiwoom Sekuritas menyebut, beberapa factor yang dimaksud, antara lain;

Pertemuan Donald Trump dan Xi Jinping

Analis Kiwoom Sekuritas, Maximilianus Nicodemus menjelaskan, pertemuan sesungguhnya yang harus dibahas adalah mengenai Konfrensi Tingkat Tinggi G20 yang berlangsung di Buenos Aires. Namun hal ini terasa kurang menarik apabila kita sandingkan dengan pertemuan Donald Trump dan Xi Jinping. Ini akan menjadi tolok ukur dalam pergerakan pasar modal global khususnya Indonesia.

Sebelum pertemuan yang terpenting saja, Amerika dan China saling berbeda pendapat dalam Konfrensi Tingkat Tinggi di Papua Nugini. Namun asa tetaplah ada. Apabila pertemuan ini berjalan dengan baik dan menghasilkan kesepakatan, tentu hal ini akan membuat pasar global optimis terhadap pertumbuhan yang sebelumnya telah dipangkas.

“Fokus utamanya jelas, untuk menjaga tingkat pertumbuhan global. Apabila pertemuan ini berjalan dengan baik, tentu hal ini akan membuat Pasar Modal dalam negeri akan euphoria, sehingga rasanya target 6.150 bukan sesuatu yang mustahil untuk dapat terjadi,” jelas Nico dalam riset yang dirilis Senin (03/12/2018).

Ditambahkan, euphoria ini juga yang dibutuhkan oleh Indonesia untuk menghadapi apabila The Fed jadi menaikkan tingkat suku bunganya.

“Awal bulan menjadi sesuatu yang sangat dinantikan, karena pertemuan tersebut berlangsung sejak 30 November hingga 1 Desember. Oleh karena itu, pertemuan ini akan menjadi sesuatu yang amat dinanti karena akan menjadi tolok ukur bagi pasar modal untuk bergerak menguat atau melemah,” jelas Nico.

Bank Indonesia

Setelah mengalami kenaikkan 25 bps lagi pada bulan November dengan menggunakan strategi pre-emptive, front loading serta a head of the curve, apakah Rupiah cukup kuat untuk menerima serangan gelombang terakhir tahun ini, tatkala The Fed menaikkan tingkat suku bunga pada bulan Desember nanti?

Menurut Nico, apabila kita melihat kurs Rupiah sejak bulan November yang terus menguat, maka hal ini akan menjadi bekal yang baik.

“Sejauh ini Rupiah kita masih berada di kisaran 14.575 – 14.650, dengan melihat perbedaan yang sangat jauh tatkala Rupiah berada di 15.000, kita masih memiliki tingkat resistensi yang besar untuk menjaga pergerakan Rupiah pada saat The Fed menaikkan tingkat suku bunganya. Oleh sebab itu, kami melihat keyakinan Bank Indonesia untuk menghadapi badai berikutnya cukup tinggi dan yakin akan fundamental Indonesia. Oleh sebab itu, kami melihat hal ini merupakan sesuatu yang cukup positif yang mampu mendorong imbal hasil pasar obligasi berada di level rendah,” terang Nico.

Namun demikian, lanjutnya, spread antara Bank Indonesia dan imbal hasil SUN bertenor 10 tahun masih sangat terlalu dekat, sehingga akan mendorong pasar obligasi untuk mengalami pelemahan sebagai akibat dari kenaikkan tingkat suku bunga 7DRR kemarin.

“Kami juga mengharapkan bahwa apa yang sudah dikeluarkan oleh Bank Indonesia terkait dengan khususnya pendalaman pasar keuangan, khususnya pasar uang Rupiah yaitu IRS dan OIS akan memberikan implikasi dalam waktu dekat,” tandas Nico.

The Fed

Menurut Nico, sejauh mata memandang, tingkat probabilitas saat ini berada di 72.6%. Tingkat keyakinan mencerminkan potensi kenaikkan tingkat suku bunga The Fed.

Sejauh ini, jelasnya, meskipun ada kenaikkan atau penurunan, tapi secara probabilitas masih terjaga di atas 70%. Hal ini memberikan indikasi bahwa tahun ini The Fed berpotensi besar untuk melengkapi kenaikkan tingkat suku bunganya tahun ini sebanyak 4x.

“Memang benar, beberapa pernyataan beberapa waktu lalu menunjukkan The Fed mulai berhati-hati untuk terus menaikkan tingkat suku bunganya, karena prospek perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan berkurangnya manfaat stimulus fiscal di Amerika serta volatilitas pasar keuangan akan menjadi tantangan bagi pembuat kebijakan The Fed berikutnya. Namun menjaga perekonomian untuk tidak berlanjut overheating, juga merupakan salah satu fungsi Bank Sentral Amerika. Dengan inflasi yang terjaga di 2%, akan mendorong para pembuat kebijakan tingkat suku bunga The Fed menaikkan tingkat suku bunganya,” terang Nico.

Ditambahkan, kalau kita simpulkan bulan Desember nanti The Fed akan menghentikan untuk kenaikkan tingkat suku bunga, maka akan terlalu dini.

Apa yang disampaikan Powell beberapa waktu lalu sangatlah jelas, mereka akan terfokus untuk menjaga agar kenaikkan tingkat suku bunga The Fed tidak terlalu cepat atau lambat.

Sehingga hal ini lebih berpengaruh terhadap kenaikkan tingkat suku bunga The Fed tahun depan.

“19 Desember 2018 akan menjadi langkah selanjutnya dalam pergerakan money flow, antara negara negara Emerging Market dengan negara negara maju,” jelas Nico.