Rupiah Kembali Tertekan, Harga SUN Diperdagangan Jumat Lalu Cenderung Turun
Pasardana.id - Harga Surat Utang Negara (SUN) pada perdagangan hari Jum'at, 14 Desember 2018 lalu, bergerak bervariasi dengan kecenderungan mengalami penurunan ditengah kembali tertekannya nilai tukar Rupiah.
Dalam riset yang dirilis Senin (17/12/2018), analis fixed income MNC Securities, I Made Adi Saputra mengungkapkan, pergerakan harga SUN yang cenderung mengalami penurunan pada perdagangan di akhir pekan kemarin (14/12), didorong oleh faktor kembali melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika.
“Melemahnya nilai tukar Rupiah tersebut menyebabkan pelaku pasar untuk melakukan penjualan Surat Utang Negara di pasar sekunder. Hanya saja, pelaku pasar masih cenderung menahan diri untuk melakukan transaksi yang tercermin pada volume perdagangan yang tidak begitu besar,” jelas I Made.
Ditambahkan, dalam sepekan terakhir, pergerakan harga Surat Utang Negara yang cenderung mengalami penurunan didorong oleh faktor pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika serta keluarnya investor asing dari Surat Berharga Negara.
Menurut I Made, faktor eksternal lebih banyak mempengaruhi pergerakan harga Surat Utang Negara pada sepekan terakhir, seperti gejolak yang terjadi pada pasar keuangan global serta keputusan Bank Sentral Eropa untuk mengakhiri program stimulus moneter pada bulan Desember 2018.
Lebih lanjut diungkapkan, perubahan harga SUN yang terjadi hingga sebesar 60 bps berdampak terhadap perubahan tingkat imbal hasil hingga sebesar 9 bps. Harga Surat Utang Negara dengan teor pendek mengalami perubahan harga hingga sebesar 10 bps yang mendorong terjadinya kenaikan tingkat imbal hasilnya hingga sebesar 5 bps.
Sementara itu, harga Surat Utang Negara dengan tenor menengah mengalami penurunan hingga sebesar 10 bps yang menyebabkan terjadinya kenaikan imbal hasilnya hingga sebesar 3 bps.
Sedangkan perubahan harga hingga sebesar 60 bps terjadi pada Surat Utang Negara dengan tenor panjang yang menyebabkan terjadinya perubahan tingkat imbal hasilnya hingga sebesar 9 bps.
Perubahan harga yang bervariasi juga didapati pada Surat Utang Negara seri acuan, dimana tenor 5 tahun dan 15 tahun mengalami penurunan harga masing - masing sebesar 10 bps dan 7 bps yang mendorong kenaikan imbal hasilnya berturut - turut sebesar 3 bps dan 1 bps di level 8,032% dan 8,223%.
Sementara itu, kenaikan harga sebesar 50 bps dan 5 bps didapati pada Surat Utang Negara seri acuan dengan tenor 10 tahun dan 20 tahun telah mendorong terjadinya penurunan imbal hasilnya berturut - turut sebesar 9 bps dan kurang dari 1 bps di level 8,070% dan 8,447%.
“Dalam sepekan terakhir, harga Surat Utang Negara cenderung mengalami penurunan yang menyebabkan terjadinya kenaikan imbal hasil rata - rata sebesar 8,5 bps di tengah faktor pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. Imbal hasil Surat Utang negara dengan tenor 10 tahun dalam sepekan mengalami kenaikan sebesar 8 bps sementara itu untuk tenor 2 tahun mengalami kenaikan sebesar 2 bps,” jelas I Made.
Sementara itu, dari perdagangan Surat Utang Negara dengan denominasi mata uang Dollar Amerika, perubahan harga yang terjadi relatif terbatas dengan kecenderungan mengalami kenaikan.
Kenaikan harga tersebut didorong oleh faktor membaiknya persepsi risiko yang tercermin pada penurunan angka Credit Default Swap (CDS) serta penurunan imbal hasil US Treasury.
Hanya saja, kenaikan harga yang terjadi relatif terbatas jelang pelaksanaan Rapat Dewan Gubernur Bank Sentral Amerika (FOMC Meeting) yang akan diadakan pada pekan ini.
Harga dari INDO23 dan INDO43 mengalami kenaikan masing - masing sebesar 4 bps dan 8,5 bps yang menyebabkan terjadinya penurunan tingkat imbal hasilnya hingga sebesar 1 bps masing - masing di level 4,196% dan 5,202%.
Adapun harga dari INDO28 mengalami penurunan harga terbatas, sebesar 3 bps sehingga tingkat imbal hasilnya tidak banyak mengalami perubahan di level 4,580%.
“Dalam sepekan terakhir, imbal hasil Surat Utang Negara dengan denominasi mata uang Dollar Amerika cenderung mengalami penurunan seiring dengan penurunan imbal hasil US Treasury di tengah gejolak yang terjadi di pasar saham global mendorong investor untuk menempatkan dananya pada instrumen yag lebih aman,” jelas I Made.

