Penguatan Rupiah Dukung Naiknya Harga SUN Diperdagangan Kamis Kemarin
Pasardana.id - Penguatan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika mendukung terjadinya kenaikan harga Surat Utang Negara (SUN) pada perdagangan hari Kamis, 1 November 2018 kemarin.
Dalam laporan riset yang dirilis Jumat (02/11/2018), analis fixed income MNC Securities, I Made Adi Saputra mengungkapkan, kenaikan harga yang terjadi pada perdagangan kemarin berkisar antara 3 bps hingga 75 bps sehingga mendorong terjadinya penurunan imbal hasil Surat Utang Negara yang berkisar antara 1 bps hingga 17 bps dengan rata - rata mengalami penurunan sebesar 6 bps.
Kenaikan harga yang terjadi pada Surat Utang Negara bertenor pendek yang berkisar antara 4 bps hingga 20 bps mendorong terjadinya penurunan imbal hasil hingga sebesar 12 bps.
Sementara itu, harga dari Surat Utang Negara dengan tenor menengah terlihat mengalami kenaikan hingga sebesar 75 bps telah mendorong terjadinya penurunan imbal hasil yang berkisar antara 5 bps hingga 17 bps.
Adapun pada tenor panjang, kenaikan harga yang terjadi berkisar antara 10 bps hingga 60 bps mendorong terjadinya penurunan imbal hasil hingga sebesar 6 bps.
Ditambahkan, kenaikan Surat Utang Negara pada perdagangan kemarin juga mendorong terjadinya penurunan imbal hasil Surat Utang Negara seri acuan sebesar 5 bps hingga 7 bps, dimana untuk tenor 5 tahun berada di level 8,22%, tenor 10 tahun di level 8,44%, tenor 15 tahun di level 8,71% dan pada tenor 20 tahun dei level 8,90%.
Sementara itu, pergerakan harga Surat Utang Negara yang sempat mengalami penurunan harga di awal perdagangan seiring dengan kenaikan imbal hasil surat utang global, secara bertahap menunjukkan kenaikan yang didukung oleh penguatan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika.
"Kenaikan harga pada perdagangan kemarin juga didorong oleh membaiknya persepsi risiko yang tercermin pada penurunan angka Credit Default Swap (CDS). Hanya saja, kenaikan harga Surat Utang Negara yang terjadi pada perdagangan kemarin masih belum diikuti oleh kenaikan volume perdagangan, mengindikasikan bahwa pelaku pasar masih menahan diri untuk melakukan transaksi di pasar sekunder," jelas I Made
Baca juga : Volume SBN Diperdagangan Kamis Kemarin Senilai Rp7,68 Triliun dari 37 Seri
Sementara itu, data inflasi Oktober 2018 yang melebihi estimasi pelaku pasar tidak berdampak negatif terhadap pergerakan harga Surat Utang Negara di pasar sekunder, dikarenakan laju inflasi di sepanjang tahun 2018 yang masih terkendali.
Badan Pusat Statsistik menyampaikan bahwa pada bulan Oktober 2018 terjadi inflasi sebesar 0,28% (MoM) yang terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya seluruh indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok bahan makanan sebesar 0,15%; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,27%; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,42%; kelompok sandang sebesar 0,54%; kelompok kesehatan sebesar 0,06%; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,09%; dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,26%. Beberapa Komoditas yang mengalami kenaikan harga pada Oktober 2018, antara lain: cabai merah, bensin, tarif sewa rumah, beras, jeruk, nasi dengan lauk, rokok kretek filter, besi beton, tarif kontrak rumah, semen, upah pembantu rumah tangga, emas perhiasan, dan tarif jalan tol. Sementara komoditas yang mengalami penurunan harga, antara lain: telur ayam ras, tarif angkutan udara, bawang merah, daging ayam ras, kentang, melon, dan minyak goreng.
Dengan adanya inflasi tersebut, maka inflasi kalender di tahun 2018 (YTD) mencapai 2,22% dan inflasi tahunan (YoY) sebesar 3,16%. Adapun estimasi analis terhadap inflasi di bulan Oktober 2018 adalah sebesar 0,19% (MoM) dan 3,06% (YoY).
Lebih lanjut diungkapkan, kondisi berbeda didapati pada perdagangan Surat Utang Negara dengan denominasi mata uang Dollar Amerika, yang jsutru mengalami penurunan harga yang berdampak terhadap kenaikan imbal hasilnya.
Koreksi harga tersebut terjadi seiring dengan kenaikan imbal hasil surat utang global, dimana penurunan harga pada tenor panjang lebih besar dibandingkan yang didapati pada tenor pendek.
Harga dari INDO23 mengalami penurunan sebesar 6 bps sehingga mendorong terjadinya kenaikan imbal hasil sebesar 2 bps di level 4,378%. Sedangkan harga dari INDO28 mengalami penurunan sebesar 20 bps yang berakibat terhadap kenaikan imbal hasil sebesar 3 bps di level 4,862%.
Adapun untuk INDO43, penurunan harga yang terjadi mencapai 60 bps sehingga mendorong terjadinya kenaikan imbal hasil seebsar 5 bps di level 5,484%.

