ANALIS MARKET (19/11/2018) : Pelan Tapi Pasti, Pasar Obligasi Mengalami Penguatan
Pasardana.id – Riset harian Kiwoom Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi sedang berada di posisi On Fire saat ini.
Dengan dukungan kenaikkan tingkat suku bunga dari Bank Indonesia, pasar obligasi pelan tapi pasti sedang mencoba untuk mengubah trend dari pelemahan menjadi penguatan setelah sekian lama memperlihatan trend penurunan harga obligasi yang cukup dalam.
Analis Kiwoom Sekuritas, Maximilianus Nicodemus mengungkapkan, sejauh ini fondasi telah siap untuk menopang penguatan pasar obligasi, salah satunya adalah turunnya probabilitas yang cukup signifikan dari 75.8% awal bulan lalu, per 16 November kemarin menurun menjadi 68.9% atas potensi kenaikkan tingkat suku bunga The Fed pada bulan Desember nanti.
Pernyataan Powell atas pertumbuhan ekonomi global yang secara perlahan melambat, sehingga hal ini berpotensi untuk menahan kenaikkan tingkat suku bunga The Fed pada bulan depan.
“Namun apapun bisa saja terjadi saat ini, mencermati situasi dan kondisi akan menjadi bekal dalam menghadapi ketidakpastian,” jelas Nico dalam laporan riset yang dirilis Senin (19/11/2018).
Ditambahkan, dari sisi negatifnya pun cukup banyak yang memberikan potensi pelemahan harga obligasi, salah satunya adalah proses Brexit yang ternyata tidak semulus yang kita bayangkan.
Pasalnya, Theresa May berpotensi untuk dilengserkan melalui mosi tidak percaya. Dibawah aturan Partai Konservatif sendiri, mereka membutuhkan 48 suara untuk melakukan mosi tidak percaya, dan kabar terakhir adalah sampai saat ini baru 20 surat yang tercatat.
Ditengah tingginya tensi tersebut, Theresa May mengatakan bahwa Ia mendapatkan dukungan dari para Menteri seniornya untuk proses Brexit agar tetap bergerak sesuai jadwal, tidak hanya itu saja, May juga mendapat dukungan dari pejabat di Uni Eropa.
Tingginya tensi tersebut akan membuat proses Brexit kian rumit yang tentunya akan menambah beban baik bagi Uni Eropa maupun dari Inggris.
Sementara itu, situasi dan kondisi perang dagang antara Amerika dan China ternyata masih memberikan efek panas, meskipun beberapa waktu lalu mereka menyatakan bahwa mereka sudah berdikusi disetiap level Pemerintahan terkait dengan pertemuan pada tanggal 30 November nanti.
Perseteruan ini berlanjut hingga pertemuan APEC yang di gelar di Papua Nugini kemarin. Akibat kedua Negara ini, APEC kesulitan untuk menyusun kesimpulan sebuah pertemuan tingkat tinggi.
Perseteruan ini dimulai ketika Amerika mengkomentari program Road and Belt China. Perseteruan ini, tentu sedikit banyak akan memberikan tekanan terhadap masing-masing pihak pada pertemuan 30 November nanti.
“Kami menilai masih cukup banyak sentiment negative yang akan mempengaruhi penguatan harga obligasi. Saat ini, untuk obligasi berdurasi 15 tahun, kami melihat proses penguatan sudah mencapai batasnya. Namun untuk 5 tahun, 10 tahun, dan 20 tahun, masih memiliki ruang. Kami merekomendasikan buy, dengan volume sedikit,” tandas Nico.

