Imbal Hasil SUN Diperdagangan Kemarin Bergerak Bervariasi dengan Kecenderungan Turun
Pasardana.id - Imbal hasil Surat Utang Negara pada perdagangan hari Rabu, 1 Maret 2017 kemarin, bergerak bervariasi dengan kecenderungan mengalami penurunan merespon data inflasi Februari 2017 serta pidato dari Presiden Donald Trump.
“Perubahan tingkat imbal hasil berkisar antara 1 - 6 bps dimana perubahan imbal hasil yang cukup besar didapati pada Surat Utang Negara dengan tenor pendek,†ujar analis fixed income MNC Securities, I Made Adi Saputra kepada Pasardana.id, di Jakarta, Kamis (02/3/2017).
Dijelaskan, imbal hasil Surat Utang Negara dengan tenor pendek (1-4 tahun) mengalami perubahan berkisar antara 1 - 6 bps didorong oleh adanya perubahan harga hingga sebesar 6 bps.
Sementara itu, imbal hasil Surat Utang Negara dengan tenor menengah (5-7 tahun) mengalami penurunan berkisar antara 1 - 4 bps dengan didorong olah adanya kenaikan harga sebesar 20 bps dan imbal hasil Surat Utang Negara dengan tenor panjang (di atas 7 tahun) juga ditutup dengan perubahan yang bervariasi berkisar antara 1 - 2 bps dengan didorong oleh adanya perubahan harga hingga sebesar 20 bps.
Menurut I Made, terbatasnya perubahan harga Surat Utang Negara pada perdagangan kemarin turut dipengaruhi oleh hasil pidato dari Presiden Donald Trump di hadapan kongres dimana pada pidato tersebut Presiden Donald Trump kembali menyampaikan rencana kebijakan ekonomi sebagaimana yang disampaikan saat kampanye tanpa ada informasi yang lebih detail terhadap kebijakan yang akan diambil.
“Hal tersebut mendorong investor untuk kembali pada posisi wait and see sebelum adanya kejelasan yang lebih detail dari kebijakan ekonomi yang akan diambil oleh pemerintah Amerika Serikat,†terang I Made.
Ditambahkan, terbatasnya pergerakan harga juga turut dipengaruhi faktor nilai tukar rupiah yang mengalami pelemahan di tengah menguatnya mata uang dollar Amerika terhadap mata uang utama dunia sebagai respon atas pernyataan dari anggota Dewan Gubernur Bank Sentral Amerika yang menyatakan bahwa kenaikan suku bunga acuan (Fed Fund Rate/FFR) akan terjadi dalam waktu dekat. “Ekspektasi terhadap kenaikan Fed Fund Rate tersebut mendorong penguatan dollar Amerika sehingga membatasi pergerakan harga Surat Utang Negara di pasar sekunder,†jelas I Made.
Sementara itu, dari data ekonomi domestik, Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa pada bulan Februari 2017 terjadi inflasi sebesar 0,23%. Inflasi di bulan Februari terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,39%; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,75%; kelompok sandang sebesar 0,52%; kelompok kesehatan sebesar 0,26%; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,08%; dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,15%. Sedangkan kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi, yaitu kelompok bahan makanan sebesar 0,31%.
Dengan demikian, inflasi tahun kalender (YTD) di tahun 2017 sebesar 1,21% dan tingkat inflasi tahun ke tahun (YoY) sebesar 3,83%.
Menurut I Made, pelaku pasar tidak banyak terpengaruh oleh data inflasi tersebut dikarenakan data inflasi masih sejalan dengan yang diperkirakan oleh pelaku pasar dimana untuk inflasi bulanan diperkirakan sebesar 0,30% dan inflasi tahunan sebesar 3,90%.
Sehingga secara keseluruhan, lanjut dia, kombinasi dari faktor dalam dan luar negeri tersebut menyebabkan terbatasnya perubahan harga yang juga berdampak terhadap terbatasnya perubahan imbal hasil Surat Utang Negara pada perdagangan kemarin.
Adapun imbal hasil Surat Utang Negara seri acuan pada perdagangan kemarin ditutup bervariasi dengan perubahan imbal hasil yang kurang dari 1 bps masing - masing di level 7,224% untuk tenor 5 tahun, di level 7,510% untuk tenor 10 tahun, di level 7,818% untuk tenor 15 tahun dan di level 8,078% untuk tenor 20 tahun.

