Penerbitan Obligasi Tahun 2018 Bakal Capai Rp150 Triliun

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id - Tahun 2018 diperkirakan penerbitan obligasi akan lebih marak bahkan kembali mencetak rekor baru. Pasalnya, pada tahun depan kebutuhan penggalangan dana oleh emiten infarstruktur akan lebih marak dan ditopang oleh laju pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan mencapai 5,4%.

Direktur PT Penilai Harga Efek Indonesia, Wahyu Trenggono menyampaikan, penerbitan obligasi pada tahun 2018 akan mencapai Rp140 triliun hingga Rp150 triliun.

“Angka itu berdasarkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,4% dan kebutuhan infrastruktur," ujar dia di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (14/9/2017).

Ia merinci, pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi 4,88% dan angka penerbitan obligasi Rp110 triliun. Sedangkan angka pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diperkirakan 5,17% dan penerbitan obligasi akan mencapai Rp 140 triliun atau lebih.

“Hingga minggu pertama September saja obligasi telah terbit Rp99.2 triliun dan hingga akhir tahun akan terbit Rp40 triliun," ujar dia.

Pada sisi lain, lanjut dia, penerbitan obligasi akan ditopang oleh kebutuhan dana pembangunan infrastruktur.

“Tahun depan menjadi tahun penentu keberhasilan infrastuktur sehingga kebutuhan dana juga akan besar," ulas dia.

Disamping itu, tutur Wahyu, meningkatnya penerbitan obligasi juga didorong dengan adanya outlook positif surat utang negara (SUN) Indonesia oleh lembaga pemeringkat internasional seperti Moodys Internasional.

“Dengan outlook positif maka kemungkinan tahun depan peringkat Indonesia bisa jadi BBB," kata dia.

Ditambahkan, dengan naiknya peringkat tersebut akan membuka peluang penurunan imbal hasil SUN. Menurut Wahyu, fenomena itu juga akan diikuti penurunan imbal hasil obligasi.

“Kalau imbal hasil turun maka harga obligasi akan naik sehingga permintaan obligasi akan tinggi," ujar dia.

Adapun kebutuhan pembiayaan obligasi jatuh tempo pada tahun lalu (2016) mencapai Rp69,5 triliun. Sedangkan obligasi jatuh tempo pada tahun 2017 mencapai Rp79,7 triliun.