Harga Minyak Dunia Anjlok ke Level Terendah dalam Empat Bulan Terakhir
Pasardana.id - Harga minyak dunia turun sekitar 2 persen pada Kamis (28/7/2016), mencapai level terendah sejak April.
Seperti dilansir Reuters, harga minyak mentah Amerika Serikat menuju penurunan terbesar dalam setahun, akibat kekhawatiran oversupply.
Surplus bahan bakar minyak telah menambah persoalan oversupply tahun ini, setelah permasalahan teresebut membuat harga minyak mentah turun menjadi setengah dalam dua tahun terakhir.
Persediaan BBM di Gulf Coast mencapai rekor tertinggi pekan lalu untuk bulan Juli, sedangkan persediaan di East Coast telah mencapai puncak tertingginya pada Rabu (27/7/2016).
Perusahaan analis pasar Genscape menambah sentimen bearish pada Kamis, melaporkan pertambahan 328.000 barel di Cushing, Oklahoma, yang merupakan pusat pengiriman minyak mentah di AS, pada Juli 26.
Harga minyak West Texas Intermediate turun 78 sen, atau sekitar 1,9 persen, pada Kamis dari sesi sebelumnya, sehingga mencapai US$41,14 per barel.
Harga minyak WTI dalam sesi Kamis bahkan sempat turun sampai US$41,04 per barel, terendah sejak 20 April. Harga minyak WTI turun 20 persen sejak mencapai level tertinggi 2106 seharga US$51,67 per barel pada 9 Juni, secara teknis menempatkannya di terirtori bear market.
Harga minyak mentah Brent di London juga turun 77 sen, atau sekitar 1,8 persen, menjadi US$42,70 per barel. Harga minyak mentah Brent sempat turun sampai US$42,56 per barel, level terendah sejak 18 April.
Dengan hanya satu sesi lagi tersisa pada Juli, baik harga minyak mentah WTI maupun Brent tampaknya akan mengakhiri bulan ini dengan penurunan 15 persen.
Bagi WTI, penurunan tersebut merupakan penurunan tertajam sejak Juli 2015. Sedangkan bagi Brent merupakan yang terbesar sejak Desember.
Meski demikian harga minyak dunia masih lebih tinggi 60 persen bila dibandingkan dengan harga terendah dalam 12 tahun terakhir yaitu US$26-US$27 per barel yang sempat terjadi pada kuartal pertama.
Namun peningkatan harga telah berakhir sejak mencapai kisaran US$50 per barel di bulan Mei.
"Target harga kami saat ini adalah US$38 untuk WTI," kata Matthew Tuttle, CEO Tuttle Tactical Management di Riverside, Connecticut.
"Kami rasa masih akan ada aspek negatif karena pergerakan sampai US$50 didorong faktor fundamental, namun kemudian menciptakan persediaan berlebih," imbuhnya.
Perusahaan-perusahaan minyak telah melaporkan pendapatan yang menurun belakangan ini, dengan margin pengilangan yang lebih rendah.
Royal Dutch Shell telah melaporkan penurunan 70 persen dalam perolehan keuntungan kuartalan pada Kamis, jauh di bawah perkiraan para analis. Dua perusahaan rival Shell, BP dan Statoil, juga mengalami hasil yang lebih buruk di kuartal kedua 2016.

