MARKET REVIEW - Senin, 3 Oktober 2016

foto : istimewa

Pasardana.id - Bursa Wall Street ditutup mengalami penguatan pada akhir pekan lalu, dimana Dow Jones tercatat menguat +0.91% pada level 18,308.15, S&P 500 tercatat menguat +0.80% pada level 2,168.27 dan Nasdaq tercatat mengalami penguatan +0.81% pada level 5,312.

Dalam paparan risetnya yang diterima Pasardana.id, Senin (3/10/2016), Research & Analyst PT Corfina Capital, Putu Wahyu Suryawan mengungkapkan bahwa, Penguatan Bursa Wall Street terjadi setelah kekhawatiran akan permasalahan Deutsche Bank AG mereda, dimana media melaporkan bahwa denda yang dikenakan oleh Departemen Kehakiman Amerika Serikat diperkirakan sebesar $ 5.4 Milyar untuk menyelesaikan penyelidikan terkait Efek Beragunan Asset Perumahan. Angka tersebut jauh lebih rendah dari tuntutan sebelumnya yang sebesar $ 14 Milyar.

Saham Deutsche Bank AG ditutup pada 11.57 atau mengalami penguatan harian +6.4%, merupakan penguatan terbesar sejak bulan April.

Disisi lain, data ekonomi Amerika Serikat relatif mengalami pelemahan, dimana Personal Income Amerika Serikat tercatat sebesar 0.2% MoM pada bulan Agustus, lebih rendah dari bulan Juli yang tercatat sebesar 0.4% dan data Personal Spending tercatat sebesar 0.0% MoM pada bulan Agustus, lebih rendah dari bulan Juli yang tercatat sebesar 0.4% MoM.

Lebih lanjut, Putu juga menjelaskan bahwa, perkembangan harga minyak mentah dunia yang pada pagi ini tercatat mengalami koreksi, dimana minyak WTI tercatat melemah sebesar -0.85% pada level 47.83 USD/barel dan minyak Brent mengalami pelemahan sebesar -0.68% pada level 49.85 USD/barel.

Pelemahan bersifat sementara, wajar dan hanya merupakan aksi profit taking, karena pada dasarnya kenaikan harga minyak mentah dunia tercatat cukup tinggi pasca OPEC sepakat untuk memangkas produksi minyak mentah sekitar 32.5 Milyar sampai 33 Milyar barel.

Dari Eropa, Inflasi bulan September tercatat sebesar 0.4% YoY, lebih tinggi dari bulan Agustus yang tercatat sebesar 0.2% YoY, dan Unemployment Rate pada bulan Agustus tercatat stagnan pada level 10.1%.

Dari Jepang, data Industrial Production bulan Agustus tercatat sebesar 1.5% MoM, jauh lebih tinggi dibandingkan bulan Juli yang sebesar -0.4%, dan secara tahunan tercatat sebesar 4.6% YoY, jauh lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar -4.2%.

Selain itu, data Construction Orders bulan Agustus tercatat sebesar 13.8% YoY, jauh lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar -10.9% YoY, sedangkan pembangunan perumahan hanya tumbuh sebesar 2.5% YoY, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 8.9% YoY.

Dari China, NBS Manufacturing PMI bulan September tercatat stagnan sebesar 50.4, sedangkan data Caixin Manufacturing PMI bulan September tercatat sebesar 50.1, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 50.0.

Sementara itu, dari dalam negeri, realisasi dana tebusan Tax Amnesty di penghabisan periode pertama pada 30 September 2016 tercatat sebesar Rp 89.2 Triliun dan telah mencapai 54.06% dari target pemerintah yang sebesar Rp 165 Triliun.

Apabila target sebesar Rp 165 Triliun tersebut dibagi sesuai periode Tax Amnesty yang ada maka target setiap Periode adalah sebesar Rp 55 Triliun, dan sesuai target tersebut maka pencapaian uang tebusan saat ini sudah lebih tinggi dari target Rp 55 Triliun dan harta yang dideklarasikan telah mencapai Rp 3,612 Triliun atau sebesar 90.30% dari target pemerintah yang sebesar Rp 4,000 Triliun.

Tetapi untuk Repatriasi hingga saat ini baru mencapai Rp 137 Triliun atau sebesar 13.70% dari target pemerintah yang sebesar Rp 1,000 Triliun.

"Pencapaian Tax Amnesty diatas telah sesuai dengan ekspektasi pemerintah dan telah melebihi ekspektasi kami, dimana kami memperkirakan pada periode pertama, pencapaian uang tebusan Tax Amnesty hanya mencapai Rp 60 Triliun," terang Putu.

"Pencapaian ini terbilang cukup memuaskan karena hanya dengan 1 periode saja, deklarasi harta telah mencapai 90.30%, maka pada sisa dua periode Tax Amnesty, kami memperkirakan target pemerintah yang sebesar Rp 165 Triliun untuk dana tebusan akan tercapai, demikian juga untuk deklarasi harta. Tetapi untuk repatriasi seperti yang terlihat akan cukup sulit untuk mencapai target," sambung Putu.

Dukungan Masyarakat Indonesia untuk Tax Amnesty ini sangat tinggi, dimana dikabarkan pada sisa periode pertama terjadi antrian yang cukup ramai di berbagai kantor pajak.

Walaupun pencapaian Tax Amnesty pada periode pertama cukup memuaskan, tetapi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan tidak merespon positif perkembangan tersebut, dimana pada Jumat, 30 September 2016 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat mengalami pelemahan sebesar -67.153 poin atau -1.236% pada level 5,364.804.

"Terlihat pada grafik IHSG mengalami pelemahan cukup dalam karena dipengaruhi sentiment negatif dari Bursa Amerika," terang Putu.

Selama bulan September IHSG mencatatkan penurunan sebesar -21.28 poin atau -0.40%, hal ini seolah arus dana yang masuk sebagai dampak dari Tax Amnesty tidak berdampak signifikan terhadap IHSG.

"Tetapi Investor tidak perlu khawatir, karena kami memperkirakan dana Tax Amnesty telah masuk pada instrument pasar modal melalui Surat Berharga Negara terlebih dahulu dan selanjutnya akan bergerak pada pasar saham," imbuhnya.

Berdasarkan Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) per 30 September 2016, rata-rata kinerja obligasi negara (INDOBeX Government Total Return) mencapai 1,21% (MoM) ke level 213,16. Ini membaik jika dibandingkan posisi Agustus 2016 yang koreksi 0,06% (MoM).

Selain itu, selama bulan September, Rupiah telah mengalami penguatan sebesar 302 poin atau -2.27% pada level Rp 12,998/USD.

Dari indikasi domestik tersebut, jelas Putu, mengindikasikan bahwa, sesungguhnya capital inflow memang benar terjadi, tetapi pelaku pasar memasuki pasar saham secara perlahan, karena khawatir akan terjadinya penggelembungan pada IHSG, mengingat saat ini IHSG telah tercatat relatif tinggi. Investor lebih memilih masuk pada instrument surat hutang, khususnya surat hutang negara agar lebih aman.

"Kami masih menilai bahwa pergerakan IHSG kedepan akan kembali mengalami penguatan, mengingat IHSG masih berada pada trend bullish. Dan pada hari ini kami memperkirakan technical rebound akan terjadi, tetapi masih cenderung terkonsolidasi sembari menunggu data inflasi Indonesia bulan September yang akan dirilis hari ini, Bulan September diperkirakan akan mengalami Inflasi sebesar 0.18% MoM dan secara tahunan tercatat sebesar 3.04% YoY," paparnya.

Dengan kondisi tersebut, Putu memperkirakan IHSG akan bergerak pada range harga 5,335 - 5,437. Investor dapat mencermati stock pick kami : EXCL TP 2,920, BMRI TP 11,650, ELSA TP 496, HMSP TP 4,100," pungkasnya.