Pengusaha Tekstil Ngadu ke Purbaya Sulit Dapat Kredit Bank

Foto : istimewa

Pasardana.id - Hingga pengujung tahun 2025, banyak pengusaha terutama di sektor UMKM masih menghadapi tantangan besar dalam mengakses kredit bank.

Dari Pemerintah, lewat saluran pelaporan terbaru Satgas Percepatan Program Strategis Pemerintah (P2SP), mulai mengungkap hambatan nyata yang dihadapi pelaku usaha nasional.

Dimana, salah satu isu utama yang mencuat adalah sulitnya akses pembiayaan bagi industri tekstil, bahkan dari bank milik negara (Himbara), meski pemerintah telah mengguyur likuiditas sebesar Rp200 triliun ke perbankan.

Salah satunya pelaku usaha yang menyampaikan keluhan tersebut adalah PT Mayer Indah Indonesia, produsen bordir dan kebaya legendaris sejak 1973.

General Manager PT Mayer Indah Indonesia, Melisa Suria dalam sesi pengaduan yang diterima langsung oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di kantor Kemenkeu, Selasa (23/12), menjabarkan bahwa perusahaannya terpukul ganda oleh dampak pandemi dan maraknya impor pakaian bekas (thrifting).

Kondisi tersebut, menurutnya, yang membuat mitra konveksi mereka gulung tikar dan harga produk lokal menjadi tidak kompetitif.

Melisa pun menyayangkan sikap perbankan yang memberikan label merah pada industri tekstil, sehingga permohonan modal kerja mereka terus ditolak.

"Nah, bahkan sama bank rekanan kami yang sudah berhubungan lebih dari 15 tahun, mereka bilang kebijakan (internal) bank swasta tersebut bahwa industri tekstil tidak bisa diberikan, karena sudah terlalu bleeding (berdarah-darah/kritis). Bahasanya seperti itu," beber Melisa kepada Menkeu.

Melisa menilai, bank-bank ini masih memandang bahwa pemberian kredit kepada industri tekstil beresiko tinggi, karena kasus PHK yang terjadi di beberapa perusahaan besar.

Kemudian dia menyebut bahwa perusahaannya membutuhkan kredit Rp10 miliar.

“Permintaan kredit per Juni kami sudah minta Rp 4 miliar. Tapi per September dengan adanya kenaikan permintaan untuk Lebaran, kami sudah butuh Rp 10 miliar,” ujar Melisa.

Menanggapi hal tersebut, Menkeu Purbaya sempat menawarkan solusi melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Namun, Plt. Ketua Dewan Direktur merangkap Direktur Eksekutif LPEI, Sukatmo Padmosukarso menjelaskan adanya kendala administratif berdasarkan hasil audit BPKP dan OJK terkait rekam jejak penilaian ekspor di masa lalu.

Diketahui, 80 persen produk Mayer dijual di dalam negeri, sedangkan hanya 20 persen yang diekspor. 

Untuk itu, pemerintah memutuskan bahwa PT Mayer Indah Indonesia bisa mendapatkan pembiayaan lewat skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus industri padat karya.

Nantinya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian akan mendampingi bank yang menyalurkan KUR tersebut.

“Ada satu mekanisme, yaitu melalui KUR dalam rangka kredit industri padat karya, memang bisa sampai Rp 10 miliar,” ucap Staf Ahli Bidang Pengembangan Produktivitas dan Daya Saing Ekonomi Kemenko Perekonomian, Evita Manthovani.

Terkait bank yang enggan menyalurkan kredit, Purbaya menyebut tidak akan mengambil langkah apapun terhadap Himbara yang telah menerima kucuran likuiditas.

“Nanti kami pikirkan tools apa yang bisa dipakai untuk membantu. Himbara, Himbara saja. Himbara kan profesional, commercial based,” kata Purbaya.