ANALIS MARKET (19/12/2024) : Ada Potensi Peningkatan Volatilitas Harga dan Yield SBN Berdenominasi Rupiah

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian fixed income BNI Sekuritas menyebutkan, harga Surat Utang Negara (SUN) cenderung menguat pada sesi perdagangan kemarin (18/12).

Berdasarkan data dari PHEI, yield SUN Benchmark 5-tahun (FR0101) turun sebesar 3 basis poin ke level 6,91%, dan yield SUN Benchmark 10-tahun (FR0100) tidak bergerak di level 7,04%.

Data Bloomberg menunjukkan yield curve SUN 10-tahun (GIDN10YR) turun sebesar 1 basis poin ke level 7,05%.

Level yield curve SUN 10-tahun saat ini masih in line dengan estimated range di minggu ini, yaitu di kisaran 6,87%-7,15%.

Sedangkan volume transaksi SBN secara outright traded tercatat sebesar Rp8,7 triliun kemarin, lebih rendah dari volume transaksi di hari sebelumnya yang tercatat sebesar Rp17,8 triliun.

FR0103 dan FR0100 menjadi dua seri teraktif di pasar sekunder, dengan volume transaksi masing - masing sebesar Rp947,3 miliar dan Rp632,5 miliar.

Sementara itu, volume transaksi obligasi korporasi secara outright tercatat sebesar Rp1,5 triliun.

Di sisi lain, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17–18 Desember 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.

BI mengarahkan fokus kebijakan moneter untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah dari dampak ketidakpastian geopolitik dan perekonomian global yang semakin meningkat.

BI juga melanjutkan kebijakan makroprudensial longgar untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja.

Sementara itu, data Bloomberg menunjukkan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS menguat tipis sebesar 0,02%, bergerak dari level Rp16.101/US$ di hari Selasa menjadi Rp16.098/US$.

Dari eksternal, US Federal Reserve memutuskan untuk memangkas tingkat suku bunga Federal Funds Rate (FFR) sebesar 25bp pada FOMC Meeting bulan Desember 2024, sesuai ekspektasi para pelaku pasar pada CME FedWatch Tool.

The Fed juga memperbarui Summary of Economic Projection (SEP) mereka yang menunjukkan trajectory penurunan laju inflasi yang lebih lambat.

Pada SEP terbaru mereka, the Fed memperkirakan PCE inflation pada 2025 akan berada di level 2,5%, lebih tinggi dibandingkan proyeksi 2,1% pada September lalu.

The Fed juga memperkirakan PCE inflation baru akan mencapai 2,0% pada 2027, lebih lambat dibandingkan proyeksi sebelumnya.

Dengan asumsi variabel-variabel terkini, the Fed memproyeksikan pemangkasan FFR yang lebih moderat di tahun 2025.

The Fed memproyeksikan tingkat suku bunga FFR di akhir tahun 2025 di level 3,9% (3,75%-4,00%), lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebelumnya di 3,4% (3,25%-3,50%).

The Fed juga meningkatkan estimasi longer-run FFR mereka dari 2,9% menjadi 3,0%, mengindikasikan neutral rate yang lebih tinggi dibandingkan ekspektasi sebelumnya.

Indikator global menunjukkan sentimen yang cenderung negatif bagi pasar obligasi, tergambar dari peningkatan yield US Treasury (UST).

Yield curve UST 5-tahun meningkat sebesar 14bp menjadi 4,40%, dan yield curve UST 10-tahun meningkat sebesar 10bp menjadi 4,50%.

Credit Default Swap (CDS) 5-tahun Indonesia meningkat sebesar 1bp menjadi 75bp.

“Dengan mempertimbangkan kondisi pasar yang didiskusikan di atas, BNI Sekuritas melihat adanya potensi peningkatan volatilitas pada harga dan yield instrumen SBN berdenominasi Rupiah. Berdasarkan valuasi yield curve, kami memperkirakan bahwa obligasi berikut akan menarik bagi para investor: FR0081, FR0056, FR0059, FR0064, FR0101, FR0104, FR0080, FR0072,” sebut Head of Fixed Income Research BNI Sekuritas, Amir Dalimunthe, dalam riset Kamis (19/12).