ANALIS MARKET (08/02/2021) : Pasar Obligasi Berpotensi Melemah Terbatas
Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, ketika data pertumbuhan ekonomi lebih buruk dari yang dibayangkan, ternyata pasar obligasi - seperti yang sudah diperkirakan - mengalami penurunan akibat adanya kenaikkan tingkat resiko yang dimana ditutut imbal hasil lebih tinggi.
Pasar obligasi juga tidak bergerak banyak dari yang diperkirakan, tetap meskipun mengalami penurunan tapi dalam rentang terbatas.
Saat ini pelaku pasar tengah menanti langkah selanjutnya dari pemerintah untuk menatap 2021 untuk bisa pulih.
Target optimis boleh boleh saja, namun langkah langkahnya menjadi sebuah perhatian bagi pelaku pasar dan investor.
Sejauh mana pemerintah dapat menyakinkan, sejauh itu pula pelaku pasar dan investor masih menaruh hati dan keyakinan.
Buktinya, meksipun pelaku pasar dan investor ketika mengetahui bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi di bawah -2% bahkan lebih buruk dari proyeksi kami, pelaku pasar dan investor tetap melaju tegak, sembari menyakini bahwa pelaku pasar dan investor masih akan bangkit.
Memang kalau kita pikirkan, tidak hanya Indonesia sendiri yang mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi. Katakanlah seperti Singapore yang pertumbuhan ekonominya -5.8%, Philippina -9.5%, US -3.5%, dan Eropa -6.4%. Tentu Indonesia masih jauh lebih baik. Berbicara secara siapa yang penurunannya paling sedikit, tentu Indonesia.
Namun bukan itu pertanyaannya yang diajukan. Pertanyaannya adalah sejauh mana Indonesia bisa bangkit lebih tinggi daripada tahun lalu, ditengah situasi dan kondisi yang penuh dengan ketidakpastian pasar saat ini.
Tidak adanya pengendalian, tidak adanya edukasi dan sosialisasi, hanya percaya bahwa perekonomian akan bangkit tidak akan mampu menopang pemulihan perekonomian.
Harus ada langkah konkret terkait dengan penanganan Covid 19 yang terjadi di Indonesia. Selama pengendalian Covid 19 tidak dilakukan, maka sampai kapanpun kita seperti membawa bom waktu yang sewaktu waktu bisa meledak.
Dan beralih sebentar ke Bank Sentral India kemarin, pada akhirnya mereka juga belum mengubah tingkat suku bunganya.
Mereka melihat bahwa saat ini masih belum waktu yang tepat untuk memangkas tingkat suku bunga seperti yang kami perkirakan.
Kebijakan anggaran dari stimulus fiscal masih akan dinanti dari India, karena tentu anggaran tersebut mampu mendorong pasar obligasi India mengalami kenaikkan.
Lebih lanjut analis Pilarmas menilai, diperdagangan Senin (08/2) pagi ini, pasar obligasi diperkirakan akan dibuka melemah dengan potensi melemah terbatas.
“Kami merekomendasikan wait and see untuk mengikuti lelang esok hari,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Senin (08/02/2021).
Adapun cerita di awal pekan ini akan kita awali dari;
1.PERJUANGAN UNTUK $ 1.9 TRILIUN
Memang benar, tidak ada yang mudah apabila kita membicarakan perjuangan stimulus sebesar $ 1.9 triliun yang tengah diperjuangkan oleh Biden dan Yellen. Presiden Biden dan para pendukungnya mengatakan bahwa perekonomian secara keseluruhan membutuhkan bantuan untuk melawan wabah virus corona. Beberapa ekonom yang ahli dibidangnya kemarin mengajukan beberapa pertanyaan terakhir khususnya terkait dengan nilai ukuran sebuah paket. Beberapa dari mereka mengatakan bahwa mereka tidak setuju apabila stimulus terlalu besar, karena adanya potensi yang akan terjadi lebih banyak dalam segala hal. Implikasinya bisa saja ke bidang ekonomi, nilai inflasi yang jauh lebih cepat dan menciptakan bubble bagi pasar saham. Dan tentu saja secara politis, stimulus tersebut dapat mengurangi keinginan Kongres yang dimana secara tindakan fiscal lebih memprioritaskan untuk menangani permasalahan jangka panjang seperti infrastructure dan perubahan iklim. Biden menyampaikan bahwa beberapa orang di dalam Kongres mungkin berfikir bahwa Amerika telah berbuat lebih dari cukup untuk menangani krisis di negara ini. Yang lain mungkin berfikir bahwa segalanya akan menjadi lebih baik, sehingga tidak perlu untuk melakukan sesuatu. Namun Biden melihat bahwa justru saat ini Amerika sedang merasakan rasa sakit yang begitu luar biasa. Saat ini hampir 10 juta orang di Amerika merasakan tidak memiliki pekerjaan, dan hampir 40% dari total tersebut sudah menganggur selama 27 minggu atau bahkan lebih. Saat ini kesenjangan pengeluaran yang terjadi saat ini dan perekonomian yang seharusnya terjadi sebelum pandemic memiliki perbedaan sekitar $655 miliar pada kuartal ke 4 tahun lalu. Stimulus yang diberikan Biden justru 3x lipat lebih besar dari perbedaan tersebut. Stimulus yang dibutuhkan Biden juga mendapatkan dukungan dari Summers, salah seorang Professor dari Universitas Harvard. Namun tidak menjadi objektif karena ternyata Professor tersebut merupakan salah seorang pendukung Demokrat. Summer setuju agar Biden dan para pendukungnya melakukan stimulus dengan nilai yang lebih besar daripada melakukan stimulus dalam jumlah yang lebih kecil, karena resikonya akan jauh lebih besar apabila stimulus tersebut keluar dalam jumlah yang kecil. Namun sisi baiknya, Summers juga mengingatkan bahwa Biden dan pendukungnya harus mengukur setiap resiko yang akan mereka ambil untuk memberikan stimulus tersebut. Ada kemungkinan yang begitu besar menurut kami apabila stimulus tersebut keluar dalam jumlah yang begitu besar, akan mendorong inflasi mengalami kenaikkan yang belum saatnya, dan akan menciptakan inflasi yang semu. Hal ini pun ternyata di iyakan oleh Oma Yellen yang mengatakan bahwa inflasi yang terlalu cepat juga merupakan salah satu nilai resiko yang patut dipertimbangkan, meskipun para pembuat kebijakan memiliki tools untuk mencegah agar hal tersebut jangan sampai terjadi. Dan kami berfikir, dimulailah kebijakan moneter dengan menaikkan tingkat suku bunga untuk mengendalikan inflasi, dan munculnya taper tantrum. Permasalahannya menurut kami bukanlah taper tantrumnya, namun situasi dan kondisi yang seharusnya belum terjadi sepenuhnya tapi sudah terjadi, dan penyebabnya tentu saja bahwa data perekonomian masih belum kuat sepenuhnya. Hal ini yang mendorong perekonomian mengalami kenaikkan namun tidak memiliki kaki yang kuat. Yellen menambahkan bahwa sebagai Menteri Keuangan dirinya tentu mengkhawatirkan semua tentang resiko perekonomian. Dan yang paling penting adalah ketika para pekerja kehilangan pekerjaannya dan masyarakat terluka oleh wabah virus corona yang dimana telah memberikan luka terhadap perekonomian, kita sebagai pemerintah justru tidak memberikan usaha yang lebih dari cukup untuk mengatasi pandemic tersebut, baik secara perekonomian maupun secara kesehatan. Bahkan pemerintah masih belum berhasil membuat anak kembali ke sekolah. Saat ini memang perhatian tidak sepenuhnya diberikan kepada angka inflasi, melainkan perhatian dan prioritas nomor 1 adalah stabilitas pasar keuangan, namun karena likuditas yang berlebihan inilah yang mendorong pasar saham dan beberapa efek lainnya mengalami kenaikkan, sehingga memberikan rasa khawatir yang lebih besar bahwa akan terjadi sesuatu yang justru berpotensi membuat pasar merasakan kehancuran berikutnya. Namun Powell mengatakan bahwa kekhawatiran tersebut mengenai resiko stabilitas keuangan masih dalam posisi moderat. Tapi bagi kami dan beberapa pelaku pasar dan investor lainnya setuju bahwa kenaikkan harga saham yang begitu luar biasa, tidak hanya di Amerika tapi juga di Indonesia memberikan rasa khawatir seperti kabut putih yang menyelimuti. Perasaannya seperti kenangan mantan pemirsa, duilee :D. Salah satu investor terkenal, Jeremy Grantham mengatakan bahwa ketika antusiasme terlalu tinggi, bubble akan selalu ada tanpa terkecuali dalam beberapa bulan ke depan, bukan beberapa tahun mendatang. Beberapa proyeksi mengatakan, apabila Biden benar benar akan melakukan stimulus tersebut, maka tingkat pertumbuhan ekonomi akan mengalami kenaikkan menjadi 7% - 8% dan nilai pengangguran akan mengalami penurunan dari sebelumnya 6.3% menjadi 4%. Sementara itu, utang pemerintah akan mengalami kenaikkan menjadi hampir 100% dibandingkan dengan GDP pada akhir tahun lalu, meskipun utang tersebut diberikan dengan tingkat suku bunga yang rendah. Biden para hari Jumat kemarin tengah memberikan aba aba bahwa dirinya siap untuk melanjutkan rencananya sekalipun tanpa dukungan partai Republik. Para pemimpin Demokrat di Kongres sedang menggunakan jalur rekonsiliasi sehingga dapat mengesahkan Rancangan Undang Undang tanpa harus mendapatkan dukungan dari Partai Republik, dan Komite tersebut akan mulai menyusun Rancangan Undang Undang tersebut. Sekretaris Keuangan Yellen mengatakan bahwa Amerika dapat kembali kepada tingkat pekerjaan penuh pada tahun 2022 jika memberikan paket stimulus yang lebih kuat, namun memiliki resiko rebound yang akan jauh lebih lambat dalam pekerjaan dan perekonomian. Yellen sendiri mengatakan bahwa masyarakat yang berpenghasilan rendah dan minoritas dapat menyebabkan pemulihan perekonomian menjadi lebih lambat. Tanpa dukungan yang memadai, Yellen mengatakan bahwa pemulihan membutuhkan waktu hingga 2025 mendatang bagi pasar tenaga kerja untuk bisa pulih. Meskipun banyak orang yang khawatir terkait dengan stimulus tersebut dan bahayanya, Yellen mengatakan bahwa resiko tersebut tidak sebanding dengan luka yang dirasakan bagi perekonomian untuk bisa keluar dari wabah virus corona. Well, tampaknya tidak semudah yang dibayangkan, namun patut untuk diperjuangkan untuk stimulus senilai $ 1.9 triliun.

