Indonesia Masih Menarik Bagi Eksplorasi Migas

foto : istimewa

Pasardana.id - Memasuki periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo, sejumlah pekerjaan rumah dan tantangan di sektor hulu minyak dan gas bumi sudah menanti.

Salah satunya, adanya defisit neraca perdagangan yang disebabkan melebarnya impor minyak mentah dibandingkan tingkat produksi dalam negeri demi memenuhi kebutuhan energi.

Menyikapi hal tersebut, menurut Direktur Indonesian Petroleum Association (IPA), Nanang Abdul Manaf, jika melihat potensi geologis yang ada, Indonesia dianggap masih memiliki daya tarik bagi investor migas global, karena sedikitnya masih terdapat 70 basin yang belum dieksplorasi. 

“Potensi geologis yang sangat besar ini tidak dapat dipisahkan dari sisi komersial dan kebijakan fiscal yang ada, sehingga dapat menarik minat investor untuk melakukan eksplorasi,” kata Nanang Abdul Manaf, di Jakarta, Jumat (25/10).

Ditambahkan, banyaknya basin yang belum di eksplorasi menunjukkan adanya teknologi baru yang dapat diimplementasikan pada lapangan produksi diyakini dapat meningkatkan produksi migas nasional guna memenuhi kebutuhan energi di masa mendatang.

“Perlu dipikirkan sejumlah cara agar investor mau melakukan eksplorasi di Indonesia,” jelasnya.

Oleh karena itu, lanjut dia, kolaborasi antara Pemerintah dengan pihak Industri merupakan hal yang diyakini akan menjadi kunci peningkatan industri hulu migas nasional.

“Jika fokus Pemerintah saat ini pada upaya menciptakan tata kelola migas yang lebih baik dan prinsip efisiensi, maka dari sisi industri mengharapkan adanya kepastian peraturan (regulatory certainty), pengakuan terhadap kesucian kontrak (contract sanctity), fleksibilitas fiskal, dan kebebasan dalam memasarkan produk menurut prinsip business to business,” ungkapnya. 

Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif IPA, Marjolijn Wajong menyampaikan, bahwa industri migas nasional menyambut baik adanya kebijakan baru tentang keterbukaan data yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral baru-baru ini, yaitu Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 7/2019 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi. 

Kebijakan tersebut, menurut dia, diyakini dapat membantu calon investor pada tahap awal untuk mengetahui ada tidaknya potensi hidrokarbon di suatu wilayah kerja yang ditawarkan Pemerintah.

“Namun kebijakan ini harus terus disempurnakan khususnya tentang mekanisme pengelolaan data dan kualitas dari data yang ada itu sendiri,” ungkapnya. 

Berdasarkan infografis yang diterbitkan IPA, diketahui bahwa proyeksi kebutuhan minyak pada 2025 sesuai Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) mencapai sebesar 2 juta barel per hari.

Untuk mencapai target tersebut, dibutuhkan penemuan cadangan migas baru sebanyak 10 kali Lapangan Cepu atau investasi sebesar USD 12 miliar.

Selain potensi geologis dan keterbukaan data, IPA juga menyoroti perihal rencana Pemerintah untuk mengurangi birokrasi perijinan yang diperlukan dalam kegiatan hulu migas nasional.

“Penyederhanaan perijinan tidak saja pada Kementerian ESDM, tetapi juga harus terjadi pada Kementerian atau Lembaga terkait, termasuk Pemerintah Daerah. Hal ini disebabkan karena kegiatan industri hulu migas juga terkait dengan sektor-sektor lainnya,” tandasnya.