ESDM Revisi Target, Regulasi Listrik Makin Tidak Menarik Bagi Investor

foto: istimewa

Pasardana.id - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merevisi target investasi sektor energi dan minerba pada tahun 2018. Sebelumnya, Kementerian ESDM menargetkan investasi sektor energi dan minerba sekitar US$50,12 miliar. Namun, target investasi tersebut dikoreksi menjadi hanya sebesar US$37,2 miliar.

Menariknya, penurunan target terbesar justru datang dari investasi ketenagalistrikan dari sebelumnya US$24,88 miliar menjadi US$12,2 miliar dan energi baru terbarukan (EBT) sebesar US$2 miliar.

Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) menilai, ESDM mulai realistis sebab regulasi untuk berinvestasi di ketenagalistrikan saat ini tak lagi kondusif.

“Kita melihat ESDM realistis dengan regulasi-regulasi yang ada saat ini sangat susah untuk menarik minat investasi pihak swasta. Regulasi makin tidak menarik bagi investor,” ujar Juru Bicara APLSI, Rizal Calvary di Jakarta, Senin (23/4/2018).

Rizal mengatakan, jebloknya iklim investasi ketenagalistrikan disebabkan banyaknya regulasi baru yang dibuat tahun lalu yang tidak bersahabat dengan pengembang ketenagalistrikan. Tahun lalu, hampir setiap bulan muncul Permen (Peraturan Menteri).

Tahun ini, walaupun Kementerian ESDM sudah memangkas banyak regulasi belum lama, setelah diperintahkan oleh Presiden Joko Widodo, namun regulasi yang dipangkas bukan regulasi yang substansial.  

“Regulasi yang dipangkas hanya yang sekunder, tidak ada kaitannya secara langsung dengan investasi. Bahkan ada Permen yang sudah kadaluarsa juga ikut dipangkas,” papar dia.    

Rizal mengatakan, semestinya regulasi yang dipangkas atau diperbaharui adalah pertama, Permen (Peraturan Menteri) No.10 Tahun 2017 tentang pokok-pokok dalam perjanjian jual-beli tenaga listrik (PJBL) yang kemudian diubah dengan Permen Np.49 Tahun 2017. Kedua, Permen No.48 Tahun 2017 tentang pengawasan pengusahaan sektor energi dan sumber daya mineral. Utamanya, pasal 11 ayat 1 sampai 3 terkait pengalihan saham sebelum commercial operation date. Dan Ketiga, Permen No.50 Tahun 2017 tentang pemanfaatan sumber energi baru terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik.

EBT Terus Menurun

Rizal mengatakan, target investasi EBT 2018 juga dipasang sangat rendah sebesar US$2 miliar, tidak jauh dari tahun lalu. “Ini pun, kita lihat bakal meleset sama seperti tahun lalu. Sebab regulasi di EBT ini juga tak menarik untuk swasta atau investor. Mempersulit iya,” ujar dia.

Dia mengatakan, pencapaian investasi EBT bahkan menunjukan tren yang terus menurun. Pada 2016 capaian investasi EBT sebesar Rp21,25 triliun. Sedangkan pada 2017, realisasinya juga meleset menjadi Rp17,66 triliun dari target sebesar Rp Rp21,06 triliun.

Rizal mengatakan, investasi di EBT sempat mengalami tren positif. Pada 2014 investasi EBT mencapai Rp8,63 triliun. Lalu naik menjadi Rp13,96 triliun pada 2015. Lalu puncaknya pada 2016 mencapai Rp21,25 triliun.

“Setelah itu menurun lagi,” ucap dia.

Salah satu penyebab adalah harga jual lisrik diatur dalam peraturan Menteri ESDM No 50/2017 tentang pemanfaatan Energi Baru Terbarukan yang dinilai tidak menarik. Harga jual dalam aturan tersebut maksimal hanya 85%  dari biaya pokok produksi (BPP) PT PLN dimasing-masing wilayah. Padahal sebelumnya bisa mencapai 115% dari BPP.

Rizal mengatakan, rendahnya target dan realisasi EBT membuat sebagian besar pembangkit listrik di Indonesia semakin tergantung pada energi primer yang tidak efisien serta mahal sebab mudah terombang-ambing oleh harga minyak dunia.

“Padahal, negara-negara lain sudah berlomba mengembangkan EBT. China misalnya investasi energi terbarukan menjadi terbesar di dunia. Negara ini menyumbang sepertiga dari investasi energi terbarukan dunia Begitu juga juga Jepang, India. Investasi energi terbarukan terbesar berada di Asia. Kemudian Uni Eropa dan Amerika Serikat,” papar dia.